Kasus ini menjadi semakin sensitif mengingat waktu yang semakin dekat dengan pendaftaran calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTB di KPU, yang akan dimulai pada 27 Agustus 2024. Kombes Pol Syarif menegaskan bahwa jika bukti sudah cukup kuat, penyidik tidak akan ragu untuk menetapkan Suhaili sebagai tersangka sebelum pendaftaran tersebut. Namun, ia juga menekankan bahwa pihaknya akan bekerja secara profesional dan netral, serta tidak akan terpengaruh oleh proses politik yang sedang berlangsung.
Di sisi lain, kasus ini bersifat delik aduan, yang artinya laporan bisa dicabut oleh pelapor, yakni istri sah Suhaili, Lale Laksmining Puji Jagat. Jika laporan tersebut dicabut, maka status tersangka Suhaili pun otomatis akan dicabut, dan penyidikan tidak dapat dilanjutkan. Syarif Hidayat menjelaskan bahwa pencabutan laporan adalah hak pelapor, dan pihak kepolisian tidak bisa memaksakan untuk melanjutkan proses hukum jika laporan tersebut sudah ditarik.
Kondisi ini menempatkan Suhaili dalam posisi yang dilematis. Di satu sisi, ia harus menghadapi proses hukum yang bisa berdampak serius pada karier politiknya. Di sisi lain, adanya kemungkinan pencabutan laporan bisa memberikan jalan keluar bagi Suhaili untuk lolos dari jeratan hukum sebelum pendaftaran calon di KPU. Bagaimanapun, kasus ini telah menimbulkan perhatian luas dari masyarakat, terutama dalam konteks pertarungan politik yang semakin sengit menjelang Pilkada 2024.