Ada juga prioritas yang terkait dengan penataan dan penyelesaian tenaga honorer. Faktanya dalam hal ini, belakangan kata Ruslan, nurani masyarakat NTB tersentak lantaran terungkap bagaimana gaji Guru Tidak Tetap di sekolah menengah milik Pemprov NTB, rupanya sudah tidak menerima gaji selama empat bulan terakhir. Mereka sudah mengadu secara terbuka melalui media, tapi respons memadai belum juga terlihat.
Selain itu, ada pula prioritas yang terkait dengan penerapan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik. Seperti Nilai pelaksanaan Reformasi Birokrasi, Capaian Nilai Monitoring Centre for Prevention, Rasio penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Internal dan Eksternal, serta Kebijakan Pencegahan Korupsi.
Dan yang paling penting dari semua prioritas-prioritas tersebut kata Ruslan, adalah bagaimana Penjabat Gubernur tidak menjadi sumber kegaduhan baru di daerah. Sebab, hal tersebut pasti akan sangat berpengaruh terhadap kondusivitas daerah yang sangat diperlukan dalam menyongsong pesta demokrasi baik Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif, maupun Pemilu Kepala Daerah.
Itu mengapa, Penjabat Gubernur tidak boleh berpolitik praktis. Tidak boleh pula melakukan kegiatan yang mengarah ke politik praktis. Namun, yang terjadi kata Ruslan, justru sebaliknya. Baru satu bulan menjabat, Penjabat Gubernur NTB malah sudah diumumkan salah satu partai politik di NTB sebagai calon Gubernur tahun 2024.
”Sebagai aktor politik di daerah, kami tahu persis apa yang terjadi di balik pengumuman tersebut. Publik dan khalayak juga tidak bisa dibohongi,” tandas Ruslan.
Karena itu, dengan tegas dirinya mengungkapkan, sebagai pihak di DPRD NTB yang menominasikan dan mengusulkan HL Gita Ariadi sebagai Penjabat Gubernur NTB ke Menteri Dalam Negeri, pihaknya merasa kecewa dengan kinerja yang ditunjukkan Penjabat Gubernur NTB. Ruslan juga khawatir, komitmen-komitmen yang terkait pembangunan daerah justru terabaikan.
Pada saat yang sama, suara-suara dengan nada miring juga kini bermunculan satu per satu. Misalnya terkait pembahasan APBD NTB tahun 2024. Mengingat sejumlah posisi kunci di era Zul-Rohmi yang terkait pembahasan anggaran daerah saat ini masih menjabat, banyak pihak khawatir APBD NTB 2024 akan menjadi bancakan lantaran dikendalikan aktor-aktor tertentu yang terafiliasi dengan pemerintahan sebelumnya. Namun, tak terlihat upaya Penjabat Gubernur NTB untuk mengganti mereka.
Akhirnya kata Ruslan, kini menyeruak ke permukaan, bagaimana APBD 2024 disebut sudah dipola-polakan oleh aktor tertentu, dan kalaupun di bahas hanya jadi formalitas belaka. Muncul pula istilah pembahasan APBD ”setengah kamar” atau ”seperempat kamar” untuk menggambarkan bahwa masing-masing kamar memiliki aktornya sendiri-sendiri.
”Kalau hal-hal yang seperti ini masih saja terus terjadi, jangan salahkan kami di DPRD untuk melaporkan secara kelembagaan ke Menteri Dalam Negeri. Kami saat ini sedang konsolidasi. Kalau memang Penjabat Gubernur harus dievaluasi kinerjanya di tiga bulan awal dan harus diganti, maka lebih baik begitu. Ini tanggung jawab kami sebagai pihak yang mengusulkan ke Menteri Dalam Negeri,” tandas Ruslan.
Mumpung masih ada kesempatan, Ruslan pun menuntut respons cepat dari Penjabat Gubernur NTB. Dia juga mengingatkan bahwa selain Penjabat Gubernur, ada pula Penjabat Sekretaris Daerah yang sudah ditunjuk Menteri Dalam Negeri. Ruslan ingin agar Penjabat Gubernur dan Penjabat Sekda bekerja beriringan, satu napas, memiliki derap langkah kaki yang sama untuk menjalankan amanah sesuai yang diatur Permendagri 4/2023.
”Penjabat Gubernur dan Penjabat Sekda itu memiliki amanah yang sama untuk menjalakankan prioritas pembangunan. Bedanya, Penjabat Gubernur itu kinerjanya dievaluasi tiga bulan sekali, Penjabat Sekda itu, kinerjanya dievaluasi enam bulan sekali oleh Menteri Dalam Negeri,” tandas Ruslan.