banner 728x250
Hukrim  

Legislator NTB Kembalikan Uang ke Kejati: Tanda Awal Terbukanya ‘Lingkaran Gelap’ Pokir Dewan

Anggota DPRD NTB dari Fraksi PPP, Ruhaiman, saat tiba di Gedung Kejati NTB untuk mengembalikan uang yang diduga terkait skandal fee Pokir, Kamis (31/7/2025). (Foto: Istimewa)
banner 120x600
banner 468x60

Mataram – Sinyal awal terbukanya praktik gelap di lingkar kekuasaan DPRD NTB mulai tampak di permukaan. Kamis (31/7/2025), dua anggota DPRD NTB, Ruhaiman dan Marga Harun, mendatangi Kejaksaan Tinggi NTB. Tujuan mereka bukan untuk diperiksa atau dimintai keterangan penyidik, melainkan mengembalikan sejumlah uang yang diduga terkait kasus korupsi anggaran Pokok Pikiran (Pokir).

Keduanya, yang berasal dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), tidak banyak bicara. Dengan wajah serius dan langkah hati-hati, mereka menyerahkan amplop-amplop berisi uang ke bagian penerimaan Kejati. Tidak ada angka pasti yang disebutkan, tapi fakta bahwa mereka datang secara langsung untuk mengembalikan uang menjadi sorotan penting dalam perkembangan penyelidikan dugaan korupsi Pokir DPRD NTB tahun anggaran 2025.

banner 325x300

“Iya, saya hanya mengembalikan uang saja,” ujar Ruhaiman singkat, sembari menolak menjelaskan detail jumlah uang yang dikembalikan.

Marga Harun, yang tampak enggan memberikan komentar, hanya berkata, “Nanti, nanti kita tunggu saja,” sebelum memasuki gedung kejaksaan.

Kedatangan mereka memperkuat dugaan bahwa uang “fee” yang dibagikan oleh oknum anggota DPRD baru, sebagai bentuk hasil pemotongan dana Pokir legislator lama, memang benar terjadi. Dugaan praktik semacam ini sejatinya telah menjadi isu bawah tanah sejak awal 2025, namun baru kali ini ada sinyal konkret dari internal dewan sendiri.

Dana Aspirasi yang Berubah Fungsi

Program Pokir pada dasarnya merupakan saluran sah bagi anggota dewan untuk menyalurkan aspirasi konstituen mereka ke dalam program pembangunan daerah. Namun dalam praktiknya, Pokir kerap menjadi ladang permainan proyek hingga ajang kompromi politik—dan yang terbaru, ladang “pemotongan jatah” bagi anggota yang tidak terpilih kembali.

Kasus yang menyeret 39 nama mantan legislator NTB ini bermula dari dugaan adanya pemotongan anggaran Pokir mereka, yang oleh beberapa oknum dewan baru justru dibagikan ulang dalam bentuk “fee” ke sesama kolega. Dalam praktiknya, fee tersebut diduga disalurkan dalam jumlah variatif, tergantung besaran program yang ikut dialihkan.

Kini, publik menanti langkah lanjutan Kejati NTB. Apakah pengembalian uang ini akan diikuti penetapan tersangka? Ataukah ini hanya menjadi episode simbolik tanpa dampak hukum yang nyata?

banner 325x300