Mataram – Gelaran Festival Olahraga Rekreasi Nasional (FORNAS) VIII di NTB tahun 2025 terus menuai sorotan. Setelah publik dikejutkan dengan alokasi anggaran jumbo pada pos Deputi Venue sebesar Rp12 miliar dan Opening-Closing Ceremony senilai Rp8,1 miliar, kini muncul pertanyaan baru yang tak kalah fundamental: siapa sebenarnya para “Deputi” FORNAS NTB?
Dalam dokumen Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) FORNAS yang bocor ke publik, kerap muncul istilah “Deputi” dengan kewenangan besar dan anggaran fantastis. Namun hingga kini, tak ada penjelasan resmi soal siapa saja para deputi tersebut, dari mana asal mereka, dan apa dasar legalitas serta kewenangan mereka dalam mengelola uang negara hingga miliaran rupiah.
Presiden KASTA NTB, Lalu Wink Haris, menyebut kondisi ini sebagai bentuk pengelolaan kegiatan yang sangat tidak transparan dan berisiko membuka ruang penyalahgunaan wewenang.
“Ini sangat janggal. Mereka menyebut ‘Deputi Venue’, ‘Deputi Ceremonial’, tapi siapa orang-orang ini? ASN bukan, kontrak juga tidak jelas. Lalu siapa yang angkat mereka? Apakah mereka bagian dari struktur resmi pemprov atau hanya tim bayangan yang muncul demi proyek semata?” tegas Wink Haris saat diwawancarai pada Jumat, 25 Juli 2025.
Menurutnya, dalam kegiatan skala nasional yang menggunakan APBD dan APBN, seharusnya setiap unsur pelaksana memiliki kejelasan status hukum, struktur organisasi, serta akuntabilitas publik.
“Kalau mereka bukan ASN, bukan juga bagian dari organisasi formal FORMI atau Pemprov NTB, lalu mereka ini siapa? Kok bisa tiba-tiba ada anggaran Rp12 miliar atas nama Deputi Venue tanpa ada transparansi struktur?” ucapnya lagi.
Kekhawatiran publik pun berkembang bahwa kegiatan FORNAS NTB justru telah direkayasa menjadi “ladang proyek” oleh kelompok tertentu. Minimnya publikasi terkait struktur panitia, daftar pelaksana, hingga mekanisme kerja mereka, semakin menegaskan kecurigaan bahwa ini bukan lagi pesta olahraga masyarakat, melainkan pesta anggaran elite.
“Ini bukan soal kita mendukung atau menolak FORNAS. Ini soal akuntabilitas penggunaan uang rakyat. Jangan sampai mereka hanya muncul saat anggaran dibuka, tapi hilang saat publik meminta pertanggungjawaban,” ujar Wink Haris.
KASTA NTB mendesak Pemerintah Provinsi NTB dan panitia FORNAS untuk membuka secara rinci struktur organisasi kegiatan, siapa saja para deputi dan staf pendukungnya, serta bagaimana proses rekrutmen dan dasar hukum penunjukan mereka.
Jika tidak ada kejelasan dalam waktu dekat, KASTA mengancam akan melaporkan dugaan penyimpangan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengingat potensi konflik kepentingan dan mark-up anggaran yang sangat terbuka.
“NTB sudah terlalu sering menjadi korban proyek seremonial. Kali ini, kita tidak boleh diam. Rakyat berhak tahu, siapa yang bekerja di balik anggaran miliaran ini,” pungkas Wink Haris.
Ketiadaan transparansi dan pertanggungjawaban dalam struktur pelaksana FORNAS NTB menjadi catatan kelam menjelang hajatan olahraga nasional ini. Publik kini menanti, apakah Gubernur NTB dan jajaran berani membuka tabir para deputi bayangan tersebut, atau justru memilih tetap diam dalam kemewahan seremoni yang dibiayai uang rakyat.
Sementara itu, Ketua Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (KORMI) NTB, Nauvar Furqani Farinduan, saat dikonfirmasi oleh redaksi Seputar NTB terkait transparansi struktur pelaksana dan para deputi, belum memberikan respons hingga berita ini ditayangkan.