Mataram – Festival Olahraga Masyarakat Nasional (Fornas) VIII yang digelar pada 26 Juli hingga 1 Agustus 2025 di NTB dinilai sebagai puncak formalitas tanpa esensi. Meskipun upacara pembukaan dirancang megah oleh panitia dengan kolaborasi seni budaya dan teknologi tinggi, kekurangan koordinasi yang mencolok justru menodai citra acara yang seharusnya mencerminkan profesionalisme nasional.
Parahnya, Walikota Mataram sebagai tuan rumah lokal ternyata tidak mendapatkan tempat duduk VIP yang semestinya disediakan untuk pejabat utama daerah. Aksi semrawut ini memunculkan pertanyaan serius: seterorganisir apakah panitia Fornas VIII ketika tamu kehormatan lokal saja tak terakomodasi dengan baik?
Warga lokal dan pihak pemerhati olahraga menyayangkan bahwa acara sebesar ini ternyata kalah tatanan dan eksekusinya dibandingkan dengan event pelajar SMA. Publik menyebut bahwa panitia hanya hadir sebagai simbolisme tanpa persiapan nyata: panggung terasa glamor, tapi pengaturan logistik VIP kurang profesional.
Kecewa pada keseriusan panitia ini, sejumlah pihak mendesak pelibatan panitia independen yang lebih kompeten atau audit keseluruhan struktur panitia agar serupa kontroversi tidak terulang di ajang besar berikutnya. Padahal, acara internasional seperti Fornas seharusnya menjadi cerminan kualitas dan kesiapan penyelenggara nasional.
Sebaliknya, panitia sendiri melalui Ketua Penyelenggara, Ibnu Sulistyo Riza Pradipto, tetap menegaskan bahwa persiapan telah matang. Mereka menekankan bahwa opening ceremony sukses menghadirkan estetika, teknologi, dan partisipasi ribuan atlet dari 38 provinsi. Namun klaim ini kehilangan bobot setelah munculnya ketidaksesuaian mendasar seperti pengaturan VIP yang kacau.
Masalah kursi VIP bukan hanya soal tempat duduk, melainkan simbol ketidaksinkronan panitia dengan tamu kehormatan lokal, memperburuk reputasi event yang seharusnya jadi kebanggaan masyarakat NTB dan Indonesia.