Anggota Panja yang berasal dari mantan perwira TNI juga dimintai pandangan. Salah satunya kata Rachmat, adalah Mayor Jenderal TB Hasanuddin, politisi PDI Perjuangan, yang semasa berdinas pernah menjabat Sekretaris Militer Presiden.
Rachmat yang dalam setiap pembahasan di Panja duduk bersebelahan dengan TB Hasanuddin, mengetahui persis, bagaimana seorang Anggota Panja yang mantan perwira juga tak terbersit sama sekali keinginannya menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI.
Bahwa memang revisi UU TNI ini dilakukan saat ini, kata Rachmat, karena memang untuk menjawab tantangan yang sudah jauh berbeda dibanding dengan tantangan saat UU TNI tersebut disahkan dua dekade silam.
Karena itu, revisi UU TNI ini hanya mencakup tiga koridor. Pertama, menjadikan bagaimana TNI bisa memperkuat kerja sama TNI dengan masyarakat. Kedua, TNI memiliki kepastian terkait tugas prajurit di ranah sipil atau di luar tugas militer. Ketiga, terkait perubahan batas usia pensiun TNI, yang akan membantu prajurit dan keluarga mereka dalam memaksimalkan sumber daya.
”Tidak perlu ada kekhawatiran Dwifungsi ABRI setelah revisi UU TNI ini disahkan. Militerisme dalam politik telah menjadi bagian dari sejarah. Dengan revisi UU TNI, kita justru menegaskan bahwa pemerintahan tetap berada di tangan sipil, sesuai prinsip demokrasi,” tutup Rachmat.