Mataram – Isu dugaan pungutan liar (pungli) yang menyeret nama SMKN 3 Mataram akhirnya mendapat penjelasan resmi dari pihak sekolah dan komite. Dalam wawancara khusus, keduanya sepakat menegaskan bahwa tidak ada praktik pungli terhadap siswa, termasuk penerima KIP dan KKS. Semua sumbangan yang muncul, ditegaskan bersifat sukarela dan lahir dari musyawarah wali murid.
Sekretaris Komite SMKN 3 Mataram, Hariyanto, mengaku risih dengan pemberitaan yang menyebut ada pungli di sekolah tersebut. Ia menjelaskan, setiap kebijakan yang menyangkut keuangan sekolah selalu dibicarakan secara terbuka bersama wali murid melalui rapat komite. Hasil rapat itu melahirkan kesepakatan adanya Sumbangan Investasi Pendidikan, yang ditetapkan bukan sebagai kewajiban, melainkan sumbangan sukarela.
“Nominal Rp200 ribu hanya asumsi dari rata-rata kebutuhan sekolah dibagi jumlah siswa. Faktanya, ada wali murid yang menyumbang Rp25 ribu, ada yang lebih besar, bahkan ada yang tidak menyumbang sama sekali. Semua kembali pada kemampuan dan keikhlasan, tanpa ada paksaan,” tegasnya.
Hariyanto menambahkan, Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 secara jelas memberi ruang bagi komite untuk membantu sekolah mencari sumber pendanaan demi peningkatan mutu pendidikan. Karena itu, inisiatif sumbangan lahir dari forum musyawarah, bukan instruksi sekolah apalagi pungutan wajib.
Sementara itu, Kepala SMKN 3 Mataram, Sulman Haris, S.Ag., M.Pd.I., menegaskan sekolahnya berstatus BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) yang diatur melalui Pergub NTB Nomor 28 Tahun 2023 tentang Tarif Layanan BLUD. Sebagai BLUD, sekolah memiliki mekanisme pembiayaan yang diperiksa secara ketat oleh BPK, Inspektorat, hingga BPKAD.
“Sejak saya menjabat, transparansi adalah prinsip utama. Semua kebutuhan sekolah, terutama yang tidak tertutup oleh BOS seperti honor GTT dan PTT, disampaikan terbuka. Tidak ada pungutan liar. Semua tercatat, dilaporkan, dan diaudit,” kata Sulman.
Ia menegaskan, pasca pemanggilan Dikbud NTB, pihaknya tetap menjalankan regulasi dengan hati-hati. Edaran Dikbud yang melarang pungutan tetap dipatuhi, namun ruang regulasi BLUD juga diperhatikan agar sekolah tetap bisa memenuhi kebutuhan operasionalnya.
Dengan klarifikasi ini, SMKN 3 Mataram berharap publik memahami perbedaan antara pungutan liar dengan sumbangan sukarela hasil musyawarah. “Kami tegaskan, tidak ada siswa yang dipaksa membayar. Semua ikhlas, semua transparan, dan semua sesuai aturan,” tutup Hariyanto.