banner 728x250
Opini  

Gubernur tidak mau salah?

banner 120x600
banner 468x60

Apakah mungkin, Sekda Gita yang merupakan seorang putra Lombok Tengah yang santun, masyhur dengan sopan santun dan tutur katanya yang ramah dan lemah lembut. Seorang yang terlatih menjadi birokrasi, bahkan belasan tahun menjadi humas, orang yang dekat dengan berganti-ganti gubernur. Tiba-tiba berubah menjadi seorang “bawahan” yang bodoh dan ceroboh ?.  tiba-tiba “ congah “ serta powerfull melawan dan “ Melangkahi “ gubernurnya ?. Seorang teman saya, M. Nasib Ikroman, wartawan tangguh, yang kini menjabat Sekretaris DPW Nasdem NTB, bahkan pernah menggelarinya  “ Kepala Dinas, Sanak “, untuk menggambarkan betapa hati-hatinya Sekda Gita dalam mengambil kebijakan, dan saking halus tutur bahasanya, ketika berkomunikasi. Jadi tidak mungkin, Sekda Gita  akan bodoh dan ceroboh. Juga tidak mungkin Sekda Gita akan “congah dan melangkahi gubernur”. Karena karakter dan back groundnya, sebagai birokrat yang kenyang pengalaman, dan sebagai putra sasak yang “ tindih “  serta menjaga kehormatannya. Akan menjaganya untuk terhindar dari sifat-sifat itu.

Kalau Gubernur Zul tidak mungkin bodoh dan ceroboh. Karena seorang cendekia mumpuni. Dan Sekda Gita tidak mungkin ceroboh dan congah. Karena seorang putra sasak yang Tindih. Lalu apa yang sebenarnya terjadi ?. Tulisan ini saya hadirkan, tidak untuk memberikan ulasan atau prediksi, tentang apa yang terjadi. Saya tidak boleh menjadi orang yang sok tahu. Tentang hal tersebut. Tulisan ini hanya ingin menyampaikan, bahwa terdapat, jejak kelakuan yang sama dari dua contoh peristiwa yang diulas diatas.

banner 325x300

Bahwa, ulasan dua peristiwa diatas ( tentu pembaca bisa mengulas contoh berbagai peristiwa lain yang terjadi di NTB ), menunjukkan kepada kita. Terdapat kecenderungan, bahwa Gubernur Zul tidak mau dan tidak pernah mau salah. Dia tidak mau secara ksatria mengakui , bahwa ada kelemahan dan kesalahan dalam kepemimpinanya. Bahwa ketika muncul satu soal, maka gubernur sebagai pimpinan tertinggi di NTB, harus berani tampil mengatakan “ saya adalah pihak yang paling bertanggungjawab, atas segala soal  .  kalau  memang  salah  kami  akan  perbaiki  “.  Bukan  justeru  sebaliknya.  Lari  dari  masalah, menampilkan pembela-pembela yang justru mengaburkan masalah, atau mencari kambing hitam, sehingga ditemukan pihak yang bersalah. Dan dipastikan bahwa bukan gubernur salah. Dia bersih dan tidak mungkin terlibat dalam kesalahan tersebut.

Bahwa penting bagi seorang pemimpin, untuk memaklumatkan tentang tanggungjawab penuhnya atas segala persoalan. Agar muncul trust dari pasukan. Seluruh pasukan harus menyadari dalam dirinya, bahwa setiap perintah yang harus dijalankan. Dibelakangnya ada pemimpin pemberi perintah, yang siap  mempertanggungjawabkan  perintahnya.  Masyarakat  NTB  tentu  tidak  pernah  berekspektasi, memiliki pemimpin yang sempurna. Tentu kita sadar, bahwa setiap manusia tidak luput dari salah dan dosa. Tidak peduli seberapa pandai atau tindih orangnya. Tapi tentu masyarakat NTB, atau minimal saya boleh bermimpi, memiliki pemimpin yang ketika salah dan lemah, mengakuinya. Lalu memperbaikinya. Tentu  ini  adalah  tahapan  yang  linier.  Tidak  mungkin  berharap  seorang  pemimpin  memperbaiki kesalahan dan kelemahan, dalam kepemimpinannya. Bila mengakuinya saja dia tidak sanggup.

*) Penulis adalah Warga Lombok Tengah,tinggal di Jelantik

banner 325x300