PLTP Atadei yang berkapasitas 10 MW ini diproyeksikan menjadi tonggak penting dalam transformasi energi di Lembata. Proyek ini juga mendapat dukungan penuh dari ahli geothermal seperti Ali Ashat, yang menyatakan bahwa geothermal adalah energi yang ramah lingkungan dan bisa menjadi solusi bagi tantangan energi di wilayah tersebut. Ali Ashat, yang telah berkecimpung selama puluhan tahun di bidang geothermal, menggarisbawahi bahwa proyek ini aman dan risiko lingkungan yang ada dapat dikendalikan dengan teknologi canggih yang diterapkan.
“Risiko dalam proyek ini bisa diminimalkan dengan teknologi yang tepat. Ini bukan tambang yang merusak lingkungan, tapi eksplorasi panas bumi yang justru membawa manfaat besar bagi masyarakat,” ujar Ali Ashat dalam sosialisasi yang dilakukan di Desa Nubahaeraka.
Putra asli Lembata, Gregorius Ladjar, juga turut mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir terhadap dampak lingkungan dari proyek ini. Menurutnya, semua standar keamanan telah dipatuhi, dan pemantauan yang dilakukan sangat ketat demi menjaga kelestarian alam Lembata.
Melalui kolaborasi erat dengan tokoh agama dan masyarakat lokal, PLN yakin bahwa proyek PLTP Atadei akan sukses dan Lembata dapat menjadi model pulau dengan energi terbarukan di Indonesia, bahkan dunia. PLN terus berkomitmen untuk menjunjung tinggi kearifan lokal dan mengutamakan kepentingan masyarakat dalam setiap langkah pembangunan.
“Silaturahmi dan dialog yang kami lakukan dengan keuskupan serta tokoh masyarakat menjadi kunci penting dalam mewujudkan visi besar ini. Kami berharap Lembata akan menjadi pulau pertama yang menggunakan 100 persen energi terbarukan,” kata Abdul Nahwan, GM PT PLN (Persero) UIP Nusra.