Mataram – Dinamika internal Universitas Mataram (Unram) kembali menghangat menjelang pemilihan rektor. Polemik pemilihan senat dan isu sanksi terhadap salah satu guru besar memicu berbagai spekulasi di lingkungan civitas akademika. Namun, pihak kampus dengan tegas membantah seluruh tudingan miring yang berkembang.
Kepala Humas Unram, Dr. Khairul Umam, SH., MH., menegaskan bahwa seluruh tahapan pemilihan anggota senat telah dilaksanakan sesuai dengan aturan main yang jelas. Proses tersebut, kata dia, berlandaskan peraturan senat serta prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
“Semua tahapan pemilihan Senat Unram dilaksanakan sesuai peraturan senat dan pedoman hukum yang berlaku. Kami sangat menjunjung tinggi asas transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses pemilihan,” ujar Khairul kepada wartawan, Minggu (19/10/2025).
Isu makin melebar setelah beredar kabar bahwa salah satu guru besar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Unram, Prof. Hamsu Kadriyan, tidak diundang dalam pelantikan anggota senat. Sebagian pihak menduga hal ini berkaitan dengan manuver politik jelang pemilihan rektor. Namun Khairul menepis tegas tudingan tersebut.
Menurutnya, ketidakhadiran Prof. Hamsu dalam pelantikan senat bukan bentuk diskriminasi, melainkan konsekuensi dari sanksi etik yang dijatuhkan kepada yang bersangkutan.
“Terkait dengan guru besar FKIK yang tidak dipanggil dalam pelantikan senat, hal itu karena yang bersangkutan sedang dalam sanksi etik. Prosesnya sudah melalui tahapan sesuai aturan dan AUPB (Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik),” jelasnya.
Khairul mengurai kronologi penjatuhan sanksi tersebut. Temuan awal berasal dari Satuan Pengawasan Internal (SPI), yang kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan Majelis Etik Universitas Mataram. Majelis ini melakukan pemeriksaan secara mendalam sebelum akhirnya mengeluarkan rekomendasi sanksi.
“Penjatuhan sanksi dilakukan melalui proses panjang, bukan keputusan sepihak. Rekomendasi Majelis Etik menjadi dasar rektor dalam menjatuhkan sanksi,” tambah Khairul.
Ia juga memastikan bahwa sanksi etik ini tidak memiliki keterkaitan dengan proses pemilihan rektor (Pilrek). Menurutnya, kampus berupaya menjaga agar proses pemilihan berlangsung bersih, terbuka, dan tidak tercampur dengan kepentingan personal.
“Kami sudah mengonfirmasi langsung kepada yang bersangkutan. Sanksi ini murni hasil proses etik, bukan bagian dari dinamika politik kampus,” tegasnya.
Polemik yang berkembang di ruang publik, lanjut Khairul, menjadi tantangan tersendiri bagi kampus dalam menjaga kepercayaan publik dan marwah institusi. Ia berharap civitas akademika dapat menyikapi dinamika ini secara proporsional, tidak terjebak dalam informasi yang tidak utuh.
“Kampus adalah ruang akademik, bukan arena politik praktis. Kami mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga integritas dan nama baik institusi,” tutup Khairul.
Sementara itu, pemilihan rektor Unram diperkirakan akan menjadi salah satu momentum penting dalam perjalanan kampus biru tersebut. Prosesnya kini tengah diawasi ketat oleh berbagai elemen, mulai dari dosen, mahasiswa, alumni, hingga publik luas. Transparansi dan akuntabilitas diyakini menjadi kunci menjaga legitimasi hasil Pilrek tahun 2026 mendatang.