“Unram sudah menjadi simbol kemajuan daerah kita. Maka proses pemilihan rektornya harus mencerminkan nilai keadaban, kedewasaan berdemokrasi, dan kepatuhan terhadap aturan. Bukan sebaliknya,” ujarnya menekankan.
Polemik yang terjadi, mulai dari dinamika pemilihan Senat, sanksi etik terhadap kandidat, hingga laporan hukum di fakultas, telah menarik perhatian publik luas. Kondisi ini berpotensi menjadi bola liar jika tidak diimbangi dengan suara penyejuk. Karena itu, peran tokoh masyarakat dan ormas menjadi sangat penting untuk meredam potensi ketegangan.
“Terpenting kita sebagai warga masyarakat berdoa dan berharap semoga Unram berhasil memilih pimpinannya dengan sebaik-baiknya,” tutupnya.
Harapan yang sama juga datang dari banyak pihak di NTB, baik akademisi, mahasiswa, tokoh agama, maupun masyarakat sipil. Mereka menginginkan agar Pilrek Unram menjadi proses demokrasi kampus yang bersih, jujur, dan berintegritas. Sebab, Unram bukan hanya kampus, tetapi simbol peradaban NTB.
Dengan semangat itulah, suara tokoh adat Sasak menjadi penyejuk penting di tengah riuhnya opini publik. Suara yang mengingatkan semua pihak, bahwa perbedaan pilihan adalah hal wajar, tetapi menjaga kehormatan kampus adalah tanggung jawab bersama.











