banner 728x250

Pelaksanaan FORNAS 2025 di NTB Dapat Sorotan: Warga Hanya Jadi Penonton

Pegiat Olahraga Bajang Mentaram, Iskandar Nando. (Foto: Istimewa)
banner 120x600
banner 468x60

Mataram – Festival Olahraga Masyarakat Nasional (FORNAS) 2025 yang digadang-gadang sebagai pesta olahraga rakyat, justru dinilai berubah menjadi ajang eksklusif milik segelintir elite dan tamu luar daerah. Di balik euforia nasionalisme dan semangat sportivitas yang dijual ke publik, kenyataan di lapangan menunjukkan wajah berbeda: rakyat NTB hanya jadi penonton di tanah sendiri.

Iskandar Nando, pegiat olahraga, Bajang Mentaram, menyebut FORNAS kali ini gagal menjadi milik bersama. Kegiatan yang dibiayai dari uang rakyat seharusnya memberikan ruang seluas-luasnya bagi pelaku lokal untuk terlibat aktif, namun yang terjadi justru sebaliknya mayoritas kegiatan dikendalikan oleh pihak luar NTB, tanpa pelibatan berarti dari warga setempat.

banner 325x300

“Ini bukan soal iri, tapi soal keadilan. Masyarakat lokal dipinggirkan, UMKM tidak diberdayakan, komunitas wisata diabaikan, bahkan transportasi tradisional seperti odong-odong tidak dilirik. Apa ini yang disebut pesta rakyat?” kritik Nando tajam.

Ia juga menyoroti bagaimana wisatawan dari luar daerah justru tidak dikenalkan dengan budaya lokal NTB. “Mereka datang ke NTB tapi tidak merasakan keramahan kita, tidak mencicipi kearifan lokal. Padahal kita ini dikenal sebagai Bumi Seribu Masjid, daerah yang menjunjung tinggi toleransi dan nilai-nilai luhur. Tapi mana wujud nyatanya di FORNAS?”

Kekecewaan yang sama juga muncul dari kalangan media lokal. FORNAS ternyata menerapkan pola pelibatan yang diskriminatif. Beberapa media dilibatkan, sebagian besar lainnya diabaikan begitu saja, seolah suara mereka tidak penting.

“Media adalah penyambung lidah rakyat. Jika mereka pun disaring seenaknya, bagaimana rakyat bisa tahu dan merasa terlibat dalam pesta ini? Jangan sampai ada yang berpesta di tengah, sementara yang lain hanya menonton dari pinggir,” tegasnya.

Nando mengingatkan bahwa FORNAS bukan milik pejabat, bukan milik panitia pusat, apalagi milik vendor luar daerah. Ini adalah milik rakyat. Dan jika pelaksanaannya justru membentuk sekat antara “yang punya acara” dan “yang hanya kebagian nonton,” maka yang terjadi bukan lagi pesta, melainkan pertunjukan yang menyakitkan.

“Menang itu urusan belakang, yang utama rakyat harus bahagia bersama. Kalau tidak, untuk apa kita sebut ini festival olahraga masyarakat?”

banner 325x300