Mataram – Provinsi Jawa Barat menunjukkan kelasnya sebagai kekuatan utama dalam dunia pencak silat nasional dengan mengukuhkan dominasi di ajang Kejuaraan Keluarga Pencak Silat Nusantara (KPSN) yang menjadi bagian dari Festival Olahraga Masyarakat Nasional (FORNAS) VIII 2025 di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Hingga Selasa sore, 29 Juli 2025, Jawa Barat berhasil memimpin klasemen sementara dengan koleksi 4 medali emas dan 1 perak, tanpa satupun medali perunggu. Prestasi ini diraih lewat penampilan ciamik para pegiat silat di arena Padepokan Pencak Silat, GOR 17 Desember Mataram, yang menjadi panggung utama kompetisi.
Di belakangnya, DKI Jakarta membuntuti ketat dengan torehan 3 emas dan 1 perak, disusul Jawa Timur di posisi ketiga dengan 1 emas, 3 perak, dan 2 perunggu. Banten tak ketinggalan di urutan keempat berkat raihan 1 emas, 3 perak, dan 1 perunggu. Aceh turut bersaing dengan 1 emas dan 1 perunggu. Sementara DIY Yogyakarta, Jawa Tengah, NTB, dan Sumatera Selatan melengkapi daftar perolehan medali, meski belum mampu menembus dominasi tiga besar. Bengkulu masih belum berhasil meraih satu pun medali.
Kejuaraan ini mempertemukan 68 pegiat dari 10 provinsi: Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Aceh, DIY Yogyakarta, Jawa Tengah, NTB, Sumatera Selatan, dan Bengkulu. Mereka bertarung dalam 10 nomor perlombaan yang menampilkan kekayaan teknik dan semangat pencak silat tradisional khas daerah masing-masing.
“Ini bukan sekadar ajang lomba, tetapi juga ruang silaturahmi dan penguatan identitas budaya. Para peserta membawa misi kebanggaan daerah, dan hasilnya bisa kita lihat dari semangat luar biasa di atas gelanggang,” ujar Delegasi Teknik KPSN, Burhanuddin Luthfi, saat ditemui di sela-sela pertandingan.
Meskipun sempat diwarnai kendala teknis akibat cahaya matahari yang menembus kaca gedung dan mengganggu pandangan atlet, panitia bergerak cepat mencari solusi. Jalannya pertandingan tetap berlangsung tertib dan profesional.
“Alhamdulillah, semua berjalan lancar. Kendala teknis bisa kami atasi dengan cepat. Yang terpenting, para pegiat bisa menampilkan kemampuan terbaik mereka tanpa gangguan,” ujar Luthfi.
Suasana kompetisi pun terasa hidup dengan kehadiran penonton yang antusias. Sorak-sorai dan dukungan hangat mewarnai setiap pertandingan, menunjukkan bahwa pencak silat masih punya tempat di hati masyarakat.
“Antusiasmenya luar biasa. FORNAS benar-benar jadi momentum untuk mempererat kebersamaan dan sportivitas di tengah keberagaman seni bela diri tradisional,” tutup Luthfi.
Bagi tuan rumah NTB, kejuaraan ini masih menjadi ajang pembuktian. Satu perunggu yang diraih menjadi langkah awal untuk terus mengembangkan potensi lokal. Dukungan publik dan semangat bertanding menjadi modal penting untuk menatap event serupa di masa mendatang.