Dari data SSGI 2021 juga menyebutkan, lima kabupaten dan kota di Provinsi NTB yang berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen. Diurut dari yang memiliki prevalensi tertinggi hingga terendah mencakup Sumbawa, Lombok Barat, Kota Mataram, Kota Bima dan Sumbawa Barat. Bahkan, Sumbawa dengan prevalensi 29,7 persen nyaris berkategori merah.
“Tidak ada satu pun daerah di NTB yang berstatus “hijau” dan “biru”, yakni dengan hijau berpravelensi 10 sampai 20 persen dan biru untuk prevalensi di bawah 10 persen. Hanya Sumbawa Barat yang memiliki angka prevalensi terendah dari seluruh wilayah di NTB dengan prevalensi 23,6 persen,” papar Dwikora.
Dwikora menegaskan, persoalan stunting sendiri bukanlah karena “kutukan”. Stunting merupakan sebuah kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, infeksi berulang dan stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan.
“Stunting ditandai dengan pertumbuhan yang tidak optimal sesuai dengan usianya. Stunting biasanya pendek, walau pendek belum tentu stunting serta gangguan kecerdasan,” ujarnya.
“Dengan ancaman kesehatan dan kecerdasan, maka generasi yang terkena stunting akan mengalami berbagai permasalahan dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin beragam ke depannya,” kata Dwikora, menambahkan.