Mataram – Dunia akademik kembali tercoreng oleh ulah oknum pendidik yang seharusnya menjadi teladan moral dan intelektual. Seorang dosen nonaktif Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram berinisial W, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Nusa Tenggara Barat dalam kasus dugaan pelecehan seksual terhadap sejumlah mahasiswi.
Penetapan ini diumumkan setelah proses panjang penyelidikan dan pengumpulan alat bukti yang melibatkan dokumen-dokumen penting dari kampus serta keterangan para korban dan saksi. Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati, menegaskan bahwa penyidik telah menemukan cukup bukti untuk menaikkan status W dari saksi menjadi tersangka.
“Dengan mengacu pada hasil penyitaan dokumen dan pemeriksaan saksi-saksi, serta fakta lapangan, maka hari ini kami resmi menetapkan W sebagai tersangka dan langsung melakukan penahanan,” ungkap AKBP Pujawati dalam jumpa pers di Mataram, Jumat (23/8).
Tersangka dijerat dengan Pasal 6 huruf a dan c jo Pasal 15 ayat (1) huruf b dan e UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Pasal-pasal ini mengatur bentuk kekerasan seksual yang terjadi dalam hubungan relasi kuasa, seperti antara dosen dan mahasiswi.
Dalam berkas penyidikan, disebutkan ada lima korban dari kalangan mahasiswi yang telah memberikan keterangan resmi, didukung oleh dua saksi tambahan. Lokasi kejadian pun mengarah kuat ke area kampus UIN Mataram, tempat tersangka sebelumnya aktif mengajar.
Penahanan terhadap W dilakukan di ruang tahanan Direktorat Perawatan Tahanan dan Barang Bukti Polda NTB. Langkah ini dinilai sebagai komitmen tegas aparat dalam menangani kasus kekerasan seksual di ranah pendidikan yang sering kali berakhir tanpa kejelasan.
Kasus ini membuka kembali luka lama tentang lemahnya perlindungan mahasiswa terhadap kekerasan seksual di lingkungan kampus. Sementara masyarakat menanti proses hukum berjalan, muncul tuntutan dari publik agar UIN Mataram melakukan evaluasi menyeluruh dan membangun sistem pelaporan yang aman dan berpihak pada korban.