Jakarta – Sejumlah pihak mengkritisi cara Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) dalam menangani dugaan perkara korupsi Lombok City Center (LCC).
Betapa tidak, Kejati NTB dinilai tidak transparan dan terkesan arogan dalam menetapkan tersangka dan menahan pihak yang diduga terlibat dalam perkara tersebut.
‘’Kami melihat ada kesan agoran dan terlalu dipaksakan dalam perkara ini. Barang bukti tidak lengkap dan kerugian negara tidak jelas, tapi orang sudah ditahan. Apalagi menurut informasi yang saya terima bahwa Pak Zaini Arony itu tidak tahu kesalahan apa yang dilakukannya sehingga menjadi tersangka dan ditahan dalam kasus dugaan korupsi pada investasi pembangunan Lombok City Center (LCC) ini,’’ kata Samudra Putra MH, Tokoh Masyarakat NTB Jakarta, kepada awak media, Minggu (27/4/2025).
Selain menahan Zaini Arony, Kejati NTB juga menetapkan dua tersangka lainnya yaitu LAS selaku Direktur PT. Patut Patuh Patju (Tripat) dan IT, mantan Direktur PT Bliss Pembangunan Sejahtera.
‘’Sejak ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian ditahan, tidak ada pemeriksaan yang dilakukan oleh jaksa penyidik kepada Zaini Arony. Menurut hemat saya, untuk apa menahan Pak Zaini Arony kalau tidak ada kepentingan pemeriksaan. Terlebih Pak Zaini Arony itu sudah tidak menjabat bupati lagi, sehingga tidak mungkin menghilangkan barang bukti, apalagi mengulangi perbuatannya. Jadi, alasan subjektif dan objektif menahan seseorang tidak terpenuhi. Sehingga tampaknya upaya penahan oleh pihak kejaksaan itu hanya arogansi semata,’’ tegas Samudra Putra.
Selain Zaini Arony, lanjut Samudra Putra, pihaknya juga mendengar informasi yang sama bahwa tersangka IT dan LAS juga ternyata tidak dilakukan pemeriksaan yang intensif sejak ditahan pada 24 Februari 2025 lalu.
Karenanya, Samudra Putra yang juga Ketua Umum Presidium Pemerhati Nusa Tenggara Barat (P2NTB) Jakarta menduga pihak kejaksaan tidak mempunyai bukti kuat, sehingga sangat lamban dalam menangani perkara ini. Dan dengan lamanya penahanan yang dilakukan Kejati NTB terhadap ketiga tersangka ini, tentu sangat berpotensi melanggar HAM.
‘’Menahan orang itu artinya sama dengan merampas kemerdekaan seseorang, padahal tidak ada kejelasan apa perbuatan para tersangka ini sehingga disebut merugikan negara, siapa yang melakukan perhitungan kerugian, semuanya tidak jelas. Mestinya kalau sudah dinyatakan ditahan, segera limpahkan ke pengadilan,’’ ungkapnya.