Tak hanya melalui transfer, beberapa transaksi dilakukan secara tunai. Sejumlah korban menyebut mereka dipanggil ke hotel-hotel di Mataram dan kediaman LSW untuk menyerahkan uang secara langsung. Total dana yang mengalir melalui transaksi tunai ini ditaksir mencapai Rp1,08 miliar.
Kasus ini semakin berkembang setelah seorang kontraktor asal Bima berinisial B juga mengaku mengalami nasib serupa. B menyetor dana total Rp272 juta setelah dijanjikan proyek rehabilitasi di SMAN 1 Donggo dan SMAN 2 Gerung. Namun, proyek yang dijanjikan tak kunjung terealisasi.
Pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB sejauh ini belum memberikan respons tegas terkait kasus ini. Kepala dinas Aidy Furqan tak kunjung merespons konfirmasi awak media. Sementara itu, Plt Kabid SMA Supriadi mengelak dengan menyatakan bahwa kasus ini adalah tanggung jawab pribadi LSW dan bukan bagian dari kebijakan dinas.
Para korban kini menuntut Gubernur NTB, H. Lalu Muhammad Iqbal, untuk turun tangan membersihkan birokrasi dari praktik kotor ini. Mereka juga telah menyiapkan bukti kuat berupa rekening koran, bukti transfer, dan rekaman audio sebagai dasar laporan ke Polda NTB dan Kejati NTB.
Kasus ini menjadi ujian besar bagi penegakan hukum di NTB. Apakah para pejabat yang terlibat akan benar-benar diseret ke meja hijau, ataukah kasus ini justru akan menguap tanpa kejelasan?