Mataram – Senin, 1 September 2025, sidang ke-20 kasus dugaan korupsi pembangunan NTB Convention Centre (NCC) menghadirkan saksi ahli pidana dari Universitas Brawijaya Malang, Dr. Lucky Endrawati, S.H., M.H. Kehadiran ahli pidana ini sejatinya diharapkan memperkuat konstruksi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun yang terjadi justru sebaliknya, kesaksiannya berbalik arah dan memperkuat posisi terdakwa, mantan Sekda NTB, Rosiady Sayuti.
Dalam uji silang, penasihat hukum Rosiady, Rofiq Ashari, langsung menguji validitas berita acara pemeriksaan (BAP) yang dijadikan dasar oleh JPU. Pertanyaan tajam dilontarkan: apakah BAP yang tidak ditandatangani dapat dipertanggungjawabkan di persidangan? Jawaban Dr. Lucky lugas, “Tidak. BAP tanpa tanda tangan tidak sah secara hukum.”
Pernyataan ini jelas mengguncang pijakan jaksa. Tanpa BAP yang sah, tuduhan terhadap Rosiady kehilangan salah satu fondasi utama.
Lebih jauh, Dr. Lucky pun mengakui keterangan awalnya bersumber dari kronologis penyidik yang menyebut Rosiady “melawan hukum” karena menandatangani berita acara serah terima aset gedung Labkesda dan PKBI saat progres fisik disebut masih 61,99 persen. Namun, setelah diingatkan bahwa fakta persidangan mencatat realisasi pembangunan telah mencapai 100 persen, ahli akhirnya menyatakan bahwa ia wajib menghargai fakta di ruang sidang, bukan narasi sepihak dari penyidik.
Tak hanya itu, ketika diminta menjelaskan lebih dalam unsur “melawan hukum” dalam tindak pidana korupsi, Dr. Lucky menegaskan bahwa unsur itu hanya terpenuhi jika ada bukti nyata memperkaya diri sendiri atau orang lain. Itu pun harus dibuktikan melalui aliran dana, pemindahbukuan, deposito, atau bentuk keuntungan finansial lain.
Kenyataannya, selama persidangan tidak pernah muncul bukti atau saksi yang menyebut Rosiady menerima uang dari pihak manapun, termasuk Lombok Plaza, apalagi hingga Rp15 miliar.
Dengan demikian, dua unsur utama yang dituduhkan JPU melawan hukum dan memperkaya diri tidak terbukti sama sekali. Kesaksian ahli yang awalnya diharapkan menjadi amunisi jaksa, justru berubah menjadi boomerang yang melemahkan dakwaan.
Sidang ke-20 ini pun menegaskan posisi Rosiady semakin kokoh. Publik menilai, tuduhan kerugian negara dalam kasus NCC kian sulit dibuktikan.