banner 728x250
Hukrim  

Pledoi Panas: Isabel Tanihaha Tegaskan Tak Ada Korupsi, Hanya Fakta Dibengkokkan

Terdakwa Isabel Tanihaha saat mengikuti sidang pembacaan nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Mataram. (Foto: Istimewa)
banner 120x600
banner 468x60

Mataram – Drama persidangan kasus dugaan korupsi yang menjerat Isabel Tanihaha kembali memanas. Dalam pembacaan nota pembelaan (pledoi), tim penasihat hukum terdakwa menuding dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanyalah bangunan rapuh yang dipaksakan berdiri di atas logika hukum yang keliru.

Kuasa hukum Isabel, Dr. Defika Yufiandra, S.H., M.Kn., bersama timnya menegaskan bahwa objek tanah seluas 84.000 meter persegi di Desa Gerimak, Lombok Barat, bukan lagi barang milik daerah sejak resmi dijadikan penyertaan modal ke PT Tripat tahun 2013. Fakta hukum ini diperkuat dengan terbitnya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 1 dan 2 atas nama PT Tripat.

banner 325x300

“Tanah itu bukan lagi aset daerah. Ia sudah berubah status menjadi kekayaan yang dipisahkan, masuk dalam saham PT Tripat. Kalau jaksa tetap menyebutnya barang milik daerah, sama saja mengabaikan Peraturan Daerah, SK Bupati, dan persetujuan DPRD. Bukti sah di depan mata diabaikan demi memaksakan dakwaan,” tegas Yufiandra.

Lebih lanjut, tuduhan kerugian negara karena tidak adanya kontribusi tetap dalam kerja sama operasional (KSO) antara PT Tripat dan PT Bliss Pembangunan Sejahtera juga dipatahkan. Tim hukum menyebut model bisnis yang digunakan adalah business to business (B to B), yang memberi kebebasan kedua pihak menentukan pola pembagian keuntungan. “Kalau tidak ada kewajiban hukum, memaksa kontribusi tetap justru bisa dianggap pungutan liar,” tambah Ina Marlina, salah satu tim penasihat hukum.

Isu lain yang tak kalah tajam adalah soal penggunaan aset PT Tripat sebagai jaminan pinjaman di Bank Sinarmas. Menurut pembelaan, tudingan kerugian negara akibat penjaminan tersebut hanyalah potential loss sesuatu yang tidak bisa dikategorikan sebagai kerugian riil. Terlebih, aset tanah justru naik nilai hingga ratusan miliar rupiah.

“Kami tunjukkan bukti appraisal, nilai tanah melonjak dari Rp22 miliar saat penyertaan modal menjadi Rp100 miliar, bahkan pernah ditaksir Rp350 miliar. Kalau aset bertambah nilai, bagaimana bisa disebut merugikan negara?” ujar tim kuasa hukum dengan nada sarkastis.

Poin yang paling disorot adalah kredibilitas perhitungan kerugian negara. Alih-alih menggunakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang, jaksa malah menggandeng Kantor Akuntan Publik (KAP) yang hanya mengandalkan data sepihak dan tidak memenuhi standar audit negara. “BPK sengaja tidak dilibatkan, karena hasilnya pasti tak sejalan dengan dakwaan,” sindir Yufiandra.

Pledoi pun ditutup dengan pernyataan tajam, tidak ada kerugian negara, tidak ada perbuatan melawan hukum, dan tidak ada korupsi. Yang ada hanyalah upaya menghukum seseorang dengan cara membelokkan fakta hukum.

banner 325x300