Penyidik menetapkan ZA sebagai tersangka, karena dalam surat izin yang dimohonkan PT AMG untuk pengapalan di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya tersebut, ditandatangani sendiri oleh tersangka. Sementara surat yang dimohonkan PT AMG itu tanpa melalui prosedur, yaitu tanpa melalui Bagian Umum Dinas ESDM NTB.
Dalam kasus ini, selain ZA, penyidik juga menetapkan dua orang dari PT AMG sebagai tersangka, yaitu Kepala Cabang PT AMG Lombok Timur inisial AR; dan Direktur utamanya berinisial PSW.
Dalam kasus yang menjerat tiga orang tersangka itu, terungkap bahwa pengerukan yang dilakukan PT AMG tanpa mendapatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM. Aktivitas penambangan yang dilakukan tanpa RKAB itu berlangsung dalam periode 2021 sampai 2022.
Dengan tidak ada persetujuan itu, mengakibatkan tidak ada pemasukan kepada negara dari sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, pihak Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, juga kembali memeriksa dua tersangka lainnya, dalam kasus dugaan korupsi tambang pasir besi Lombok Timur.
Kasi Penkum Kejati NTB, Efrien Saputera mengatakan, dua orang yang diperiksa tersebut adalah Direktur PT Anugerah Mitra Graha (AMG) inisial PSW, dan Kepala Cabang PT AMG Lotim inisial RA. “Iya, ada pemeriksaan tambahan terhadap kedua tersangka,” terang Efrien.