Lombok – Nama Misri Puspita Sari mendadak mencuat ke hadapan publik usai ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus kematian tragis Brigadir Muhammad Nurhadi di Gili Trawangan. Perempuan muda asal Jambi yang kini tinggal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan ini tak pernah menyangka perjalanan hidupnya akan berujung di ruang tahanan, bersanding dengan dua perwira polisi aktif: Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda I Gede Aris Chandra Widianto.
Misri, 23 tahun, hanya lulusan SMA. Sejak kehilangan ayahnya yang berprofesi sebagai buruh dan penjual ikan, Misri menjadi tulang punggung bagi ibunya dan lima orang adiknya. Ia dikenal berprestasi sejak kecil, namun tekanan ekonomi memaksanya banting tulang di berbagai pekerjaan demi bertahan hidup.
Awal 2024, nasibnya berubah ketika ia mengenal Yogi melalui media sosial. Perkenalan di Instagram itu berkembang menjadi komunikasi lebih intens di WhatsApp. Lalu pada April 2025, datanglah sebuah tawaran: temani Yogi liburan ke Lombok dan Gili Trawangan. Imbalannya Rp10 juta untuk satu malam, lengkap dengan tiket dan akomodasi.
“Klien kami hanya menerima ajakan tanpa paksaan, tapi jelas ini relasi kuasa yang timpang. Ia butuh uang, dan ini adalah jalan pintas yang disediakan sistem,” ujar kuasa hukumnya, Yan Mangandar Putra, Rabu (9/7/2025).
Misri dijemput oleh Brigadir Nurhadi setibanya di Lombok. Di vila tempat mereka menginap, sudah ada Aris dan seorang perempuan lain, Melanie Putri. Malam itu berubah menjadi pesta. Menurut Yan, Yogi membawa ekstasi (Inex), sementara Misri membawa Riklona dari Bali atas perintah Yogi. Alkohol ikut beredar, meski hanya Tequila yang dibawa Nurhadi—dan ia sempat dimarahi karena tidak membawa minuman lainnya.
Pukul 19.55 WITA, Misri sempat merekam video Nurhadi yang masih dalam kondisi sadar dan sehat. Namun tiga menit kemudian, Aris terekam kamera masuk kembali ke vila. “Itulah momen krusial yang masih menjadi misteri,” kata Yan.
Setelah itu, Misri masuk ke kamar mandi dan baru keluar 20 menit kemudian. Ia mengaku tak ingat apa pun. Kesadarannya kabur karena pengaruh obat dan alkohol.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juni 2025, kondisi psikis Misri semakin memburuk. Ia mengalami gangguan stres berat, bahkan sempat ‘kerasukan’ dalam sesi hipnoterapi. Dalam kondisi trans, ia menyebut melihat sosok besar tanpa wajah yang melarangnya membongkar cerita malam itu.
“Dia ketakutan, bukan cuma pada Yogi, tapi juga mungkin pada jaringan lebih besar yang memperkerjakannya. Bisa jadi dia hanya korban dari sistem gelap yang melibatkan kekuasaan dan prostitusi terselubung,” ujar Yan.
Yan meminta publik melihat sisi kemanusiaan dari kasus ini. Bahwa di balik status tersangka, ada seorang anak muda yang bertarung dengan hidup, terjebak dalam pusaran elit, dan kini mungkin sedang membayar dosa yang bukan sepenuhnya miliknya.