banner 728x250
Hukrim  

Dihukum 8 Tahun Meski Tak Ada Uang Negara Keluar, Rosiady: Saya Akan Pikir-pikir Banding

Rosiady Husaeni Sayuti didampingi penasihat hukum dan keluarga memberikan keterangan kepada awak media usai mendengar vonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat (10/10/2025). (Foto: Istimewa)
banner 120x600
banner 468x60

Rofiq membandingkan dengan kasus Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan, yang divonis hanya 4 tahun 6 bulan meski kerugian negaranya mencapai Rp194 miliar.

“Bandingkan saja, kasus Tom Lembong dengan kerugian negara nyata saja hukumannya lebih ringan. Sementara Pak Rosiady, yang bahkan tidak ada kerugian negara, dihukum 8 tahun. Di mana letak keadilannya?” tegas Rofiq.

banner 325x300

Perbedaan Tafsir yang Dihukum Seperti Kejahatan

Rosiady menolak anggapan bahwa dirinya dikriminalisasi, namun mengakui ini bentuk perbedaan tafsir hukum yang dipidanakan.

“Aset itu berada di bawah Dinas Kesehatan NTB, bukan BPKAD. Jadi sesuai Permendagri, Sekda berwenang menandatangani PKS dalam hal seperti ini. Saya tidak melanggar ketentuan itu,” ujarnya.

Ia juga menyoroti peran jaksa yang justru mengandalkan ahli untuk memperkuat dakwaan, padahal seharusnya jaksa punya bukti kuat, bukan sekadar pendapat ahli.

“Jaksa menjustifikasi dakwaannya dengan pendapat ahli. Artinya, jaksa sendiri tidak yakin dakwaan itu terbukti. Padahal seharusnya yang memakai saksi ahli itu pihak terdakwa,” ucapnya.

Logika Hukum yang Dipaksa

Menurutnya, penggunaan ahli untuk menyimpulkan bahwa “tidak bayar sama dengan kerugian negara” adalah bentuk penyimpangan logika hukum. “Itu yang kami kritisi dalam pembelaan. Karena tidak semua yang belum dibayar otomatis disebut kerugian negara,” kata Rosiady.

Faktanya, tidak ada uang negara keluar, tidak ada aset negara yang hilang, tidak ada aliran dana kepada dirinya, dan tidak ada bukti memperkaya siapa pun. Namun, potensi kerugian justru dijadikan fondasi vonis pidana berat.

Dari Ruang Sidang ke Ruang Publik

Kasus Rosiady kini telah bergeser dari ruang sidang ke ruang publik. Banyak pihak menilai, vonis ini bukan hanya soal satu orang birokrat, tapi soal iklim hukum dan investasi di daerah. Jika kesalahan administratif dan perbedaan tafsir dapat dijadikan dasar pidana korupsi, maka setiap pejabat publik berisiko dikriminalisasi hanya karena tanda tangan kebijakan.

Rosiady sendiri mengaku masih akan mempertimbangkan langkah banding. “Kami akan pikir-pikir. Tapi saya percaya, kebenaran tidak akan bisa disembunyikan selamanya,” ujarnya.

banner 325x300