banner 728x250
Hukrim  

Dihukum 8 Tahun Meski Tak Ada Uang Negara Keluar, Rosiady: Saya Akan Pikir-pikir Banding

Rosiady Husaeni Sayuti didampingi penasihat hukum dan keluarga memberikan keterangan kepada awak media usai mendengar vonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat (10/10/2025). (Foto: Istimewa)
banner 120x600
banner 468x60

Mataram – Putusan 8 tahun penjara yang dijatuhkan kepada mantan Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Ir. H. Rosiady Husaeni Sayuti, M.Sc., Ph.D., dalam perkara dugaan korupsi proyek pembangunan NTB Convention Center (NCC) menimbulkan pertanyaan besar tentang cara hukum ditegakkan di negeri ini. Bukan hanya karena beratnya hukuman, tetapi karena vonis itu berdiri di atas sesuatu yang bahkan belum nyata, kerugian negara yang hanya “potensi”.

Usai sidang, Rosiady tampil tenang namun tajam dalam pernyataannya. “Saya akan pikir-pikir dulu. Nanti kami diskusikan dengan kuasa hukum, apakah akan banding atau tidak. Semua ini bagian dari takdir saya,” ujarnya di Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat (10/10/2025).

banner 325x300

Potensi Bukan Fakta, Tapi Dijadikan Dasar Vonis

Dalam pledoinya, Rosiady berulang kali menegaskan bahwa proyek kerja sama pembangunan NCC antara Pemprov NTB dan PT Lombok Plaza tidak menggunakan satu rupiah pun uang negara, baik dari APBD maupun APBN.

Yang disebut “kerugian negara” dalam dakwaan jaksa hanyalah potensi kerugian dari kewajiban yang belum dibayar oleh pihak swasta.

“Pekerjaan ini 100 persen tidak memakai dana APBD. Jadi kerugian negara yang disebut tadi hanyalah potensi, bukan kerugian nyata,” tegasnya.

Ia menjelaskan, berdasarkan skema perjanjian Bangun Guna Serah (BGS), PT Lombok Plaza masih memiliki waktu hingga tahun 2046 untuk menyelesaikan kewajibannya. “Kalau hari ini PT Lombok Plaza punya uang dan melunasi kewajibannya, ya selesai masalahnya. Ini bukan korupsi, ini urusan perdata,” ujarnya lugas.

Ironi Hukum: Fakta yang Ditinggalkan

Rosiady juga mengungkapkan bahwa selama menjabat Sekda, ia telah dua kali menagih kewajiban perusahaan. Setelah ia tidak lagi menjabat pada 2019, tanggung jawab itu seharusnya dilanjutkan oleh pejabat penggantinya. “Saya berhenti jadi Sekda tahun 2019. Kalau dirunut siapa yang bertanggung jawab setelah itu, ya Sekda yang menjabat pada 2019. Majelis hakim tidak tegas menjelaskan hal itu,” katanya.

Ia pun mempertanyakan logika putusan hakim yang tidak menemukan aliran dana, tidak menemukan pihak yang diperkaya, namun tetap menghukum 8 tahun penjara. “Kalau pun saya dianggap melanggar, itu hanya pelanggaran Permendagri, bukan undang-undang. Permendagri tidak mengatur sanksi pidana, hanya administratif,” jelasnya.

Pernyataan Penasehat Hukum: Kasus Ini Tidak Ada Kerugian Negara

Penasihat hukum Rosiady, Rofiq Ashari, juga dengan tegas menyatakan bahwa putusan ini tidak berdiri di atas fakta hukum yang kuat, sebab tidak ada kerugian negara yang terbukti secara nyata.

“Dalam perkara ini, tidak ada satu rupiah pun uang negara keluar. Itu sudah diakui oleh para ahli keuangan negara dan ahli pidana dalam sidang,” ujarnya.

banner 325x300