Mataram – Indikasi korupsi dalam pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2023 dan 2024 di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB semakin tercium. Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) kini mulai menelusuri dugaan pemotongan anggaran serta penarikan komisi (fee) dari pihak pelaksana proyek yang seharusnya diperuntukkan bagi peningkatan kualitas pendidikan di NTB.
Pelaksana Tugas (Plt.) Asisten Pidana Khusus Kejati NTB, Ely Rahmawati, mengungkapkan bahwa penyelidikan berawal dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya praktik tidak wajar dalam pengelolaan DAK tahun 2024. Kejati NTB kini tengah melakukan telaah awal sebelum melanjutkan ke tahap pemanggilan pihak terkait.
“Segala sesuatunya yang ada kaitan dengan laporan ini lebih dahulu harus kami telaah untuk melihat indikasinya,” ujar Ely di Mataram, Selasa (25/2).
Namun, yang lebih mengejutkan, indikasi dugaan penyimpangan ternyata tidak hanya terjadi pada anggaran tahun 2024, tetapi juga pada DAK tahun 2023 dengan nilai mencapai Rp42 miliar. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk pengadaan alat peraga serta proyek pembangunan ruang praktik siswa (RPS) di berbagai Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Namun, dari 24 SMK yang menerima bantuan, hanya dua yang telah mencapai tahap serah terima atau Provisional Hand Over (PHO) sebelum batas akhir pekerjaan pada 31 Desember 2023.
Kejaksaan juga menemukan fakta bahwa sejumlah SMK belum menerima hibah peralatan hasil pengadaan, meskipun Surat Perintah Membayar (SPM) kepada salah satu rekanan sudah terbit sejak 1 Desember 2023. Indikasi permainan anggaran semakin kuat dengan ditemukannya proyek pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SLBN 3 Mataram yang menggunakan DAK 2023 dengan total pagu Rp8,64 miliar.
Berdasarkan data dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) NTB, proyek perencanaan USB ini dimenangkan oleh PT Vertexindo Konsultan dengan nilai Rp180 juta, sedangkan pembangunan fisiknya dikerjakan oleh CV Mahkota Indah dengan nilai kontrak Rp8,05 miliar. Namun, hingga kini belum ada kepastian apakah proyek tersebut berjalan sesuai rencana atau justru bermasalah.
Dugaan praktik permainan anggaran dalam proyek-proyek ini semakin diperkuat dengan laporan masyarakat yang menyebut adanya pemotongan dana dan pemberian “upeti” kepada oknum-oknum tertentu. Kejati NTB kini berjanji akan mengusut kasus ini hingga ke akar-akarnya.
Jika benar ada praktik korupsi dalam pengelolaan DAK ini, maka dampaknya bukan hanya merugikan negara, tetapi juga menghancurkan masa depan pendidikan di NTB. Akankah Kejati NTB berhasil membongkar skandal ini?