Mataram – Ribuan tenaga honorer yang tergabung dalam Forum Aliansi Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (CPPPK) NTB menggelar aksi besar-besaran di depan Kantor DPRD NTB, Senin (10/3). Mereka menyuarakan satu tuntutan utama: kepastian pengangkatan PPPK tahun 2025 dan pencabutan Surat Edaran KemenPAN-RB yang dianggap mengancam masa depan mereka.
Sejak pagi, lautan massa berbaju seragam kerja dan atribut aksi telah memenuhi halaman kantor wakil rakyat. Spanduk bertuliskan “Kami Mengabdi, Bukan untuk Dilupakan!” terbentang di antara peserta aksi.
Bertahun-tahun Mengabdi, Tanpa Kepastian
Zainudin, salah satu tenaga honorer yang hadir, tak dapat menyembunyikan emosinya. Pria 56 tahun asal Lombok Timur itu telah mengabdikan hidupnya sebagai tenaga honorer selama 34 tahun. Namun, hingga kini, nasibnya masih menggantung.
“Saya mulai bekerja sejak 1990, gaji hanya ratusan ribu rupiah, dan sekarang setelah puluhan tahun mengabdi, saya masih harus berjuang untuk diangkat,” ujarnya dengan suara bergetar.
Zainudin telah lulus seleksi PPPK tahun 2024, tetapi belum menerima SK pengangkatan. Jika SK baru diterbitkan pada 2026, ia akan langsung pensiun tanpa sempat menikmati hak-haknya sebagai PPPK.
“Saya sudah cukup bersabar! Kami ingin kepastian, bukan janji-janji kosong,” tegasnya.
Selama bertahun-tahun, ia bertahan dengan gaji minim, bahkan harus mencari penghasilan tambahan sebagai buruh harian. Anak-anaknya pun terancam putus sekolah karena penghasilan yang tak mencukupi.
Tiga Tuntutan Tak Bisa Ditawar
Koordinator aksi, Andri, mengatakan ada tiga tuntutan utama yang mereka bawa:
- Mencabut Surat Edaran KemenPAN-RB terkait penundaan pengangkatan PPPK 2024.
- Menjamin pengangkatan PPPK pada 2025 tanpa diskriminasi terhadap honorer yang telah lama mengabdi.
- Mendorong DPRD NTB menyampaikan aspirasi ke pusat, termasuk Kemendagri, KemenPAN-RB, dan BKN.
“Negara tidak boleh menutup mata! Kami bekerja tanpa jaminan, tanpa kesejahteraan. Jika pemerintah tak kunjung memberikan kejelasan, maka aksi ini akan terus berlanjut!” seru Andri dari atas mobil komando.
Aksi berlangsung damai, meski kekecewaan dan amarah honorer begitu terasa. Mereka berharap pemerintah segera merespons tuntutan ini sebelum ketidakpuasan berubah menjadi gelombang aksi yang lebih besar.
“Kalau negara masih membutuhkan kami, beri kami kepastian. Jangan jadikan honorer sekadar alat tanpa kepastian masa depan,” tutup Andri.