“Saya mengingatkan agar rekomendasi yang diberikan oleh BPK RI, agar segera ditindaklanjuti oleh Gubernur NTB beserta jajarannya, selambat-lambatnya 60 hari setelah Laporan Hasil Pemeriksaan ini diserahkan,” katanya.
Tidak hanya itu, BPK juga menyoroti kebijakan Defisit Pemerintah Provinsi NTB TA 2022 yang melebihi ambang batas yang telah ditetapkan. Disebutkan Pius, defisit yang ditetapkan dalam APBD-P TA 2022 senilai Rp646,66 miliar atau sebesar 11,40% dari total anggaran pendapatan. Tapi dalam realisasinya, defisit TA 2022 senilai Rp 570,93 miliar atau sebesar 10,77% dari realisasi pendapatan. Sedangkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan ambang batas defisit sebesar 4,4%.

“BPK mendorong Gubernur bersama DPRD Provinsi NTB agar menyehatkan postur APBD TA 2023, dengan memperhatikan batas maksimal defisit APBD berdasarkan kapasitas fiskal daerah,” tegasnya.
Pius mengingatkan jika penentuan belanja daerah harus memperhatikan skala prioritas, serta mengalokasikan anggaran pembayaran sisa utang jangka pendek (utang belanja) pada APBD-P TA 2023 yang belum dianggarkan pada APBD TA 2023.
Permasalahan lain yang juga harus segera ditindaklanjuti Gubernur NTB, yakni tanah milik Pemprov NTB senilai Rp 84,26 miliar, tidak dicatat sebagai tambahan modal oleh PT Bank NTB Syariah. Sehingga belum menambah penyertaan modal dan hak kepemilikan Pemprov NTB pada PT Bank NTB Syariah.