Mataram – Menjelang panen raya tembakau di Lombok, para petani kembali dipaksa menghadapi kenyataan pahit: harga jual tembakau yang jauh dari kata ideal. Supardin Yasin, Ketua Kasta NTB DPC Praya Timur sekaligus petani tembakau, mengaku resah dengan skema pembelian perusahaan yang dinilai merugikan petani.
“Seharusnya harga ideal berada di kisaran Rp 30 ribu hingga Rp 60 ribu per kilogram. Tapi faktanya, tembakau kelas A dan B hanya dibeli Rp 40–42 ribu. Itu jelas di bawah standar,” keluh Supardin.
Lebih jauh, ia menuding perusahaan tembakau sengaja memainkan harga. Skema yang dipakai, menurutnya, adalah dengan mematok harga rendah sehingga petani tidak punya pilihan selain melepas hasil panen ke tangan tengkulak. Tengkulak yang diduga kuat berafiliasi dengan perusahaan inilah yang mengendalikan harga pasar.
Supardin mendesak pemerintah daerah turun tangan. “Pemerintah jangan hanya gesit mengatur dana DBHCHT dari keringat petani, tapi justru apatis saat petani menjerit. Kami butuh intervensi agar perusahaan membeli dengan harga ideal,” tegasnya.
Jika pola ini dibiarkan, musim tanam tahun ini dipastikan akan membawa kerugian besar. Biaya produksi yang kian tinggi tidak akan seimbang dengan hasil penjualan, membuat petani tembakau di Lombok terancam bangkrut.