Mataram – Komitmen Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal (Iqbal), yang pernah dengan tegas menolak praktik “parkir tim sukses” di tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), kini dipertanyakan. Sebuah ironi mengemuka setelah nama Ketua Tim Pemenangan Iqbal-Dinda di Pilgub NTB 2024, Lalu Anis Mudjahid Akbar, muncul sebagai calon kuat Komisaris Independen Bank NTB Syariah.
Kabar ini langsung memantik reaksi kalangan legislatif. Ketua Komisi III DPRD NTB yang membidangi BUMD dan perbankan, Sambirang Ahmadi, menyebut masuknya nama Anis merupakan contoh klasik bagaimana politik akomodatif justru terus berulang, meski sebelumnya telah disangkal.
“Secara kualifikasi, saya tidak meragukan Pak Anis. Tapi fakta bahwa beliau adalah Ketua Tim Pemenangan jelas menimbulkan persepsi politik balas budi. Sulit untuk dibantah,” tegas Sambirang, Jumat (23/5).
Ia mengingatkan publik bahwa Gubernur Iqbal pernah menyampaikan dengan sangat eksplisit dalam RDP bersama Komisi II DPR RI, bahwa salah satu penyebab utama stagnasi BUMD adalah karena diisi oleh orang-orang yang tidak profesional, melainkan ‘orang dekat’ dan tim sukses.
“Kita tidak bisa hanya membangun BUMD dengan balas jasa politik. Gubernur sendiri pernah bilang, ‘BUMD tak bisa berkembang karena diisi tim sukses’. Lalu sekarang Ketua Timnya malah diusulkan jadi Komisaris? Ini kontradiksi yang sangat terbuka,” tegas Sambirang.
Sikap ini dinilai mencederai prinsip meritokrasi yang selama ini digaungkan dalam reformasi BUMD di NTB. Padahal, publik menaruh harapan besar terhadap kepemimpinan baru Iqbal, terutama setelah menyampaikan niat membersihkan BUMD dari intervensi politik.
“Kalau BUMD diisi karena kedekatan politik, bukan karena kapabilitas, maka jangan heran jika ke depan Bank NTB Syariah tidak mampu bersaing dan berkembang,” ujar legislator Partai Keadilan Sejahtera itu.
Meski begitu, Sambirang mengajak semua pihak tetap mengawasi jalannya proses seleksi. Ia menegaskan bahwa tahap akhir seleksi masih berada di tangan OJK, dan berharap regulator mampu menilai secara objektif dan transparan.
“Yang kita perlukan adalah Komisaris yang benar-benar punya integritas, visi, dan kemampuan memperbaiki sistem. Bukan sekadar ‘orang dekat’ atau bagian dari kelompok politik tertentu,” pungkasnya.