Ketua Tim Penasehat Hukum Fihirudin, Muhammad Ihwan SH., MH, kemudian mengingatkan ahli bahwa baik secara ilmu pengetahuan maupun normatif, tidak dikenal adanya penafsiran terhadap putusan lembaga peradilan.
“Putusan lembaga peradilan harus diartikan sesuai dengan apa yang tertulis dan terbaca, tidak ada penafsiran.” kata M. Ihwan.
M. Ihwan mencecar sejumlah pertanyaan ke ahli. Dia bertanya apakah niat jahat atau mens rea harus dibuktikan untuk menentukan adanya delik dalam suatu peristiwa hukum? Prof. Amiruddin menjawab wajib dibuktikan oleh jaksa penuntut dan harus dibantah oleh pengacara dalam persidangan.
Ahli juga ditanya unsur pasal yang menjerat terdakwa apakah pasal kumulatif atau alternatif? yang kemudian dijelaskan pasal yang mengandung unsur kumulatif, sehingga harus dapat dibuktikan secara keseluruhan, jika satu unsur saja tidak terbukti maka perbuatan pidana yang didakwa tidak terbukti.
Dari penjelasan ahli, Ihwan merasa cukup yakin kliennya tidak bersalah dan tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana.
Kuasa hukum Fihirudin lainnya, Yan Mangandar Putra menyebut bahwa kesaksian ahli sangat merusak demokrasi.
“Bagi kami, keterangan ahli pidana bisa merusak demokrasi. Bagaimana bisa sebuah pertanyaan bisa menjadi delik aduan dan menahan klien kami,” katanya. (*)