Mataram – Jika selama ini publik bertanya-tanya bagaimana cara tercepat mengubah program sosial menjadi ATM berjalan, Kejaksaan Negeri Mataram sudah memberi jawabannya, lihat saja praktik Pokir di Lombok Barat.
Jumat, 14 November 2025, Kejari Mataram resmi menetapkan Haji AZ, anggota DPRD Lombok Barat, bersama tiga koleganya ASN dan penyedia “bodong” sebagai tersangka kasus korupsi yang bahkan tampak lebih rapi dari sekadar pungli kelas desa.
Tidak tanggung-tanggung, dari anggaran sosial Rp 22,2 miliar, ada Rp 2 miliar yang “diolah kreatif” dalam 10 paket Pokir sang legislator. Sebuah inovasi anggaran yang sayangnya justru masuk kategori tindak pidana korupsi.
Politisi Serba Bisa: Wakil Rakyat Merangkap Pejabat Pengadaan
Walaupun tidak punya SK sebagai PPK atau pejabat pengadaan, Tersangka AZ menunjukkan kemampuan luar biasanya:
– menunjuk penyedia sendiri,
– mengatur pembelian barang,
– mengarahkan proposal fiktif,
– bahkan mengatur mark-up penerima manfaat.
Sebuah kompetensi lengkap yang, bila digunakan di tempat benar, mungkin membuatnya pantas jadi konsultan pengadaan. Sayangnya, digunakan untuk “melayani diri sendiri”.
Penyedia Fiktif dan ASN yang Tak Mau Ribut
Tersangka R, penyedia yang bahkan tidak menyediakan apa-apa, ikut menikmati keuntungan 5%. Sebuah prestasi, mendapat cuan tanpa mengangkat satu jari pun.
Sementara dua ASN, Hj. DD dan H. MZ, menjalankan tugas klasik ASN “super patuh”, patuh pada perintah oknum, bukan pada aturan.
– Tidak survei harga,
– Tidak mengawasi kontrak,
– Tidak cek pekerjaan,
– Tapi iya ketika harus menandatangani pembayaran.
Jika ada penghargaan “Pengabdian Tanpa Pertanyaan”, dua orang ini pantas mendapatkannya.
Kerugian Negara? Hanya Rp 1,7 Miliar
Tidak besar memang, hanya Rp 1.775.932.500. Tapi tetap saja cukup untuk membuat rakyat bertanya: apakah korupsi sudah menjadi rutinitas tahunan seperti penyusunan APBD?
Bonus Kasus: Aset Pemkab Pun Dijual Seperti Tanah Warisan
Di luar skandal pokir, Kejari juga menetapkan seorang makelar sebagai tersangka hilangnya tanah Pemkab seluas 3.757 m².
Aset negara diperdagangkan seperti tanah warisan keluarga bedanya, keluarga negara tidak pernah diberi tahu.
Sungguh, kalau bukan tragedi, ini bisa jadi komedi.











