Mataram – Kasus dugaan korupsi mega proyek Lombok City Center (LCC) memasuki babak baru yang semakin panas. Lalu Azril Supandi, mantan Direktur PT Tripat, resmi dikabulkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai Justice Collaborator (JC). Status ini membuatnya berani membongkar praktik gelap di balik proyek prestisius yang kini berubah menjadi jerat hukum.
Dalam ruang khusus Kejati NTB, Sabtu (13/9), Azril berbicara lantang di hadapan JPU Hasan Basri. Ia mengaku sudah bulat untuk membuka semua fakta, bahkan menyeret nama mantan Bupati Lombok Barat, Zaini Aroni, yang diduga menikmati aliran dana proyek LCC.
“Keputusan ini saya ambil dengan penuh pertimbangan, istikharah, dan diskusi dengan keluarga. Tidak ada tekanan dari siapa pun. Ini ikhtiar saya untuk menebus kesalahan,” tegas Azril.
Azril mengurai kronologi sejak pertemuan makan malam di Senayan City, 27 Oktober 2013, bersama pihak manajemen LCC. Dari obrolan ringan soal penamaan proyek, lahirlah istilah Lombok City Center. Namun, di balik percakapan itu, muncul kalimat isyarat yang menurutnya menjadi pintu masuk dugaan suap.
“Pak Zaini sambil berjalan berkata: Ril, coba tanyain dong, apa buat kita. Permintaan itu saya teruskan ke pihak manajemen. Dari situ semuanya bergulir,” ungkapnya.
Menurut Azril, draft awal kerja sama sebenarnya menjanjikan porsi besar bagi PT Tripat: 10 persen dari mall, 20 persen hotel, 20 persen rumah sakit, 25 persen kapling ruko, hingga 3 persen dari penjualan tanah. Namun, dalam akta resmi, jatah itu dikerdilkan hanya 3 persen.
“Seharusnya Rp1 miliar dari 10 persen masuk ke PT Tripat. Faktanya, saya hanya terima Rp300 juta. Sisanya Rp700 juta dipisahkan untuk Pak Zaini. Itu jawaban dari ‘apa buat kita’ tadi,” beber Azril.
Ia juga mengaku menyerahkan uang tunai Rp1 miliar kepada Zaini secara bertahap. “Sehari setelah rapat finalisasi, saya membawa Rp800 juta ke Lombok. Uang itu saya serahkan langsung di pendopo Bupati. Tidak sepeser pun saya ambil,” ujarnya.
Keterangan ini dipandang JPU Hasan Basri sebagai kunci membongkar aktor utama kasus LCC. “Kesaksian JC ini kami harap memberi kontribusi besar bagi pembuktian perkara,” tegasnya.
Namun bantahan keras datang dari pihak kuasa hukum. M. Ihwan SH MH, atau yang dikenal sebagai Iwan Slank, penasihat hukum mantan Direktur PT Bliss Pembangunan Sejahtera, Isabel Tanihah, menilai pengakuan Azril lemah dan tanpa dasar hukum.
“Apa yang diungkap Azril dalam kapasitasnya sebagai JC ini tidak didukung oleh alat bukti sah, baik dokumen maupun saksi. Oleh sebab itu, pernyataannya soal adanya aliran dana tidak bisa dibuktikan secara hukum. Penyebutan nama Pak Bupati maupun pihak yang diklaim sebagai bagian dari LCC itu tidak sesuai fakta, karena orang yang disebutkan itu bukanlah bagian dari manajemen PT Bliss,” tegas Iwan.
Ia juga mempertanyakan proses pengabulan JC. “Seharusnya JC itu diajukan sejak penyelidikan atau penyidikan. Aneh jika baru disetujui setelah semua saksi dan ahli diperiksa. Ini hanya merubah BAP, tidak ada hal signifikan yang membuktikan adanya tindak pidana,” tambahnya.
Sebagai catatan, kasus ini berawal dari penyertaan modal Pemkab Lombok Barat ke PT Tripat, yang kemudian bekerja sama dengan PT Bliss Pembangunan Sejahtera. Aset daerah seluas 4,8 hektare dijadikan agunan ke Bank Sinarmas untuk memperoleh pinjaman Rp264 miliar demi pembangunan LCC. Namun tanpa batas waktu pelunasan, aset tersebut kini justru menimbulkan potensi kerugian negara hingga Rp38 miliar.
Kini, dengan adanya pengakuan JC yang menuai pro-kontra, bola panas kembali bergulir di meja hijau. Publik menanti, siapa sesungguhnya yang paling diuntungkan dari megaproyek bernilai ratusan miliar itu?