banner 728x250
Hukrim  

Dakwaan Kian Rapuh: Bukti dan Saksi Singkirkan Nama Rosiady dari Skandal Proyek NCC

Para saksi bersumpah di hadapan majelis hakim saat sidang kasus proyek NCC di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (4/8/2025). Kesaksian mereka memperjelas bahwa peran terdakwa Rosiady Husaeni Sayuti dalam proyek tersebut sangat minimal bahkan nyaris tak ada. (Foto: Istimewa)
banner 120x600
banner 468x60

Mataram – Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap mantan Sekda NTB, Rosiady Husaeni Sayuti, mulai kehilangan relevansi setelah fakta-fakta hukum yang terungkap dalam sidang ke-14, Senin (4/8/2025). Persidangan yang awalnya digadang sebagai ajang pembuktian, justru berbalik menjadi panggung pembelaan yang kuat bagi terdakwa.

Empat saksi dihadirkan: mantan Kadis PUPR Dwi Sugianto, staf teknis Lalu Marwan, dan dua konsultan perencana dari pihak ketiga, Didik Setijo serta Jhoni Ismanto. Keempatnya secara konsisten memberikan keterangan yang justru membebaskan Rosiady dari tuduhan keterlibatan dalam proyek NCC.

banner 325x300

Dalam kesaksiannya, Dwi Sugianto menegaskan bahwa dokumen teknis yang digunakan sebagai dasar proyek—DED (Detail Engineering Design) disusun dan disahkan oleh dirinya bersama almarhum Sekda NTB, H. Muhammad Nur. “Pak Rosiady tidak ada dalam proses itu,” ujarnya tegas.

Sementara saksi Lalu Marwan mengakui bahwa dirinya yang menyerahkan DED kepada pihak-pihak terkait, dan tidak pernah mendapat arahan dari Rosiady. Bahkan dua konsultan yang menangani perencanaan teknis menyatakan tidak pernah sekali pun berhubungan dengan terdakwa.

Hal ini menguatkan argumentasi bahwa Rosiady hanya dijadikan kambing hitam dalam perkara yang secara teknis dan administratif tidak ia tangani. RAB senilai Rp12 miliar yang dijadikan alat dakwaan ternyata tidak pernah disahkan. RAB resmi dan sah secara hukum hanya sebesar Rp6,5 miliar, dan itu telah melalui koreksi teknis sesuai prosedur.

“Ketika perubahan angka anggaran dilakukan melalui rapat teknis yang sah, dan tidak ditemukan manipulasi, maka di mana letak pelanggaran hukumnya?” tanya Rofiq Ashari, kuasa hukum terdakwa.

Rofiq juga menyebut bahwa kasus ini seharusnya masuk dalam ranah hukum perdata, bukan pidana. Terlebih, proyek ini menggunakan skema investasi swasta, bukan dana publik. BPK RI bahkan memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan Pemprov NTB dalam periode proyek berjalan.

Dakwaan pun dinilai janggal karena JPU hanya mendasarkan argumentasi mereka pada laporan akuntan publik swasta, bukan audit resmi lembaga negara. “Kami melihat adanya pola kriminalisasi administratif. Klien kami dijerat bukan karena perbuatan, tapi karena jabatan,” tegas Rofiq.

Fakta-fakta yang terungkap di persidangan kini menjadi tekanan moral bagi majelis hakim untuk bertindak objektif. Jika logika dan keadilan masih menjadi rujukan hukum, maka satu-satunya keputusan yang layak adalah vonis bebas untuk Rosiady Husaeni Sayuti.

banner 325x300