Jakarta – Pemerintah melalui PT PLN (Persero) resmi meluncurkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, yang bukan hanya dirancang untuk menjamin ketahanan energi nasional, tetapi juga bertransformasi menjadi motor penciptaan lapangan kerja berskala besar. Dalam cetak biru kelistrikan jangka panjang ini, terselip ambisi besar: menciptakan 1,7 juta lapangan kerja di sektor energi, dengan lebih dari 760 ribu di antaranya dikategorikan sebagai green jobs pekerjaan berbasis energi bersih dan terbarukan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa RUPTL kali ini menjadi bukti konkret bagaimana transisi energi tak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga sosial-ekonomi. “Kita sedang menuju Indonesia terang-benderang. Dan ini bukan hanya soal listrik, ini juga tentang masa depan anak-anak muda kita,” ujar Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (26/5).
Dari total 1,7 juta pekerjaan tersebut, sebanyak 836 ribu diserap oleh sektor pembangkitan dan sisanya tersebar di sektor transmisi, distribusi, serta infrastruktur pendukung seperti gardu induk. Yang menarik, 91 persen dari pekerjaan di sektor pembangkitan bersumber dari Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadikannya peluang emas bagi tumbuhnya industri hijau.
Secara lebih rinci, pembangkit tenaga surya (PLTS) menjadi kontributor terbesar dengan potensi penyerapan 348 ribu pekerja. Disusul PLTA/PLTMH (129 ribu), PLTA Pump Storage (94 ribu), PLTB (58 ribu), dan PLTP (42 ribu). Teknologi penyimpanan energi berbasis baterai pun tidak ketinggalan, dengan proyeksi menyerap lebih dari 68 ribu tenaga kerja. Meski dalam jumlah lebih kecil, pembangkit dari biomassa, biogas, sampah, dan arus laut juga tercatat menciptakan ribuan peluang kerja baru.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menegaskan, RUPTL ini menjadi salah satu dokumen pembangunan nasional paling strategis di tengah pergeseran paradigma global menuju ekonomi hijau. “RUPTL bukan hanya soal listrik, ini tentang keadilan energi. Ini tentang membuka lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, dan membangun masa depan,” kata Darmawan.
Lebih dari sekadar peta jalan kelistrikan, RUPTL 2025–2034 menjadi alat perubahan sosial. Ia membawa narasi bahwa transisi energi tak boleh elitis tetapi harus inklusif, menyentuh desa-desa terpencil, menciptakan pekerjaan bermartabat, dan membuka peluang baru bagi generasi muda Indonesia.