Mataram – Putusan kontroversial yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Mataram dalam kasus perdata Fihiruddin melawan H. Baiq Isvie dkk berbuntut panjang. Tim Pembela Rakyat, selaku kuasa hukum Fihiruddin, resmi mengadukan majelis hakim tersebut ke Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Pengadilan Tinggi NTB atas dugaan pelanggaran etika dan sesat hukum.
Ketua Tim Hukum, M. Ikhwan, S.H., M.H., membeberkan sejumlah kejanggalan dalam proses persidangan, termasuk penundaan pembacaan putusan yang berlangsung selama 44 hari tanpa alasan yang jelas. “Penundaan ini sangat tidak wajar. Kami menduga ada tindakan tidak transparan yang dilakukan di balik layar,” ungkap Ikhwan.
Selain itu, ia menyoroti kekeliruan mendasar dalam pertimbangan hukum majelis hakim. “Mereka menggunakan Pasal 10 UU Perlindungan Saksi dan Korban yang seharusnya hanya berlaku untuk kasus pidana, khususnya tindak pidana transnasional. Menggunakan pasal ini untuk perkara perdata adalah kesalahan besar dan tidak bisa diterima,” tegas Ikhwan.
Langkah pelaporan ini, menurut Tim Pembela Rakyat, adalah bentuk perlawanan terhadap praktik mafia hukum yang terus mencoreng wajah peradilan Indonesia. “Kami mendukung penuh program pemerintah dalam menciptakan sistem hukum yang bersih dan bebas dari mafia peradilan,” tambahnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena mengangkat kembali isu integritas hakim dan dugaan intervensi dalam proses hukum. Akankah lembaga terkait bertindak tegas untuk mengusut tuntas kasus ini, atau justru memilih membungkamnya? Rakyat menanti jawaban.