Mataram – Panggung MXGP Samota yang dulu dielu-elukan sebagai ajang internasional bergengsi kini berubah jadi lintasan panas bagi aparat penegak hukum. Setelah gegap gempita motor cross mereda, kini yang terdengar hanyalah suara penyidik Kejaksaan Tinggi NTB mengulik angka dan tanda tangan di atas berkas pembelian lahan Rp53 miliar.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB, Muh Zulkifli Said, memastikan ekspose bersama BPKP NTB telah digelar pada 6 November 2025. Hasilnya? Belum ada angka kerugian negara yang bisa diumumkan tapi arah jarumnya jelas menuju dugaan penggelembungan harga dan penyalahgunaan kewenangan. Dalam bahasa sederhana, tanah dibeli mahal, negara tekor, dan rakyat kembali jadi penonton.
Lahan 70 hektare di Samota itu dibeli dari tangan mantan Bupati Lombok Timur, H. M. Ali Bin Dachlan, melalui proses yang kini diduga penuh “manuver off-road” birokrasi. Dari appraisal KJPP Mataram hingga pejabat Dinas PRKP dan PUPR Sumbawa, semuanya sedang dipanggil satu per satu.
Kejaksaan bahkan memeriksa ahli waris Ali BD seolah memastikan tanah yang dibeli negara bukan hanya ada di atas kertas. Namun di tengah proses panjang itu, publik mulai bertanya, sirkuitnya ada, tapi keadilan ke mana?
MXGP Samota memang sudah menjadi ikon promosi pariwisata, tapi kini justru mengajarkan hal lain: di negeri ini, kecepatan bukan hanya milik motor, tapi juga uang yang bisa berbelok di tikungan anggaran.











