banner 728x250
Hukrim  

Dua Polisi Jadi Terdakwa Pembunuhan Rekan Sendiri, Tragedi di Balik Pesta Maut Gili Trawangan

Dua terdakwa, Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Aris Candra Widianto, saat menjalani sidang perdana kasus pembunuhan Brigadir Muhammad Nurhadi di Pengadilan Negeri Mataram, Senin (27/10). (Foto: Istimewa)
banner 120x600
banner 468x60

Mataram – Ada ironi pahit yang kini dipertontonkan di ruang sidang Pengadilan Negeri Mataram. Dua anggota kepolisian yang seharusnya menjaga etik dan menegakkan disiplin justru duduk di kursi terdakwa bukan karena menindak kejahatan, melainkan dituduh menghabisi nyawa rekan sendiri.

Senin (27/10), sidang perdana kasus pembunuhan Brigadir Muhammad Nurhadi resmi digelar. Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Aris Candra Widianto kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Pesta narkoba, alkohol, pukulan bercincin, hingga pitingan maut semua fakta itu kini bergulir di ruang sidang.

banner 325x300

Pesta yang Tak Lagi Sekadar “Pesta”

Menurut dakwaan jaksa, malam 16 April 2025 di Villa Tekek Gili Trawangan bukan sekadar pesta biasa. Pil ekstasi hijau, pil riklona, dan minuman keras menjadi menu pembuka sebelum tragedi menutup pesta itu dengan kematian.

Aris yang tersinggung oleh ucapan santai Nurhadi, memukul korban menggunakan tangan bercincin. Tak lama setelah itu, Yogi yang bangun dalam kondisi mabuk melakukan pitingan keras teknik yang bukan main-main, hingga leher dan tulang lidah korban patah.

Publik boleh bertanya: sejak kapan “malam minum-minum” di kolam renang berubah jadi pembunuhan di internal kepolisian?

CCTV Tidak Bisa Dibungkam

Rekaman CCTV merekam kepanikan Aris berlari ke resepsionis pukul 21.18 WITA. Tujuh menit kemudian, tim medis datang tapi semuanya sudah terlambat. Nurhadi meninggal pukul 22.30 WITA.

Yang lebih tragis, dalam dakwaan, Aris disebut melarang dokumentasi medis. “Tidak boleh foto,” katanya kepada petugas. Ironi berlapis: seorang polisi menghalangi bukti polisi.

Hukum Menunggu Jawaban

Jaksa menjerat kedua terdakwa dengan Pasal 338 KUHP, atau Pasal 354 ayat (2), serta Pasal 221 ayat (1) tentang upaya menghalangi penyidikan. Keluarga korban menangis, publik menatap, dan institusi tercoreng.

“Kami hanya ingin keadilan untuk adik kami,” kata kakak korban, Muhammad Hambali.

Sementara, para terdakwa yang dulu berjaga di balik tameng institusi kini harus menjawab pertanyaan hukum dari balik meja terdakwa.

banner 325x300