Di sisi lain, beberapa pejabat memilih bersikap tenang dan menerima kebijakan ini dengan lapang dada. Direktur RSUD Provinsi NTB, dr. Lalu Herman Mahaputra, misalnya, menganggap mutasi adalah hal yang wajar dalam pemerintahan.
“Mutasi itu hal biasa, prerogatif pimpinan. Kita sebagai prajurit harus siap bertugas di mana saja,” ujarnya santai.
Hal serupa juga disampaikan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Desa, Kependudukan dan Catatan Sipil (DPMPD-Dukcapil) NTB, Ahmad Nur Aulia. Ia menegaskan bahwa sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), dirinya akan mengikuti keputusan pimpinan.
Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah: apakah mutasi ini benar-benar untuk penyegaran birokrasi atau justru ajang pembersihan politik? Dengan adanya isu tentang pejabat bermasalah yang menjadi target perombakan, publik kini menunggu bagaimana langkah konkret Gubernur Iqbal dalam membentuk tim pemerintahan yang solid dan bersih.
Sejauh ini, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB, Yusron Hadi, masih enggan memberikan keterangan resmi terkait rencana mutasi ini.
Dalam waktu dekat, wajah birokrasi NTB akan berubah total. Pejabat-pejabat yang sebelumnya memiliki pengaruh besar bisa saja tergeser, sementara figur baru akan muncul menggantikan mereka. Akankah mutasi ini menjadi awal reformasi birokrasi di NTB, atau justru menciptakan kegaduhan baru?