banner 728x250
Hukrim  

Skandal Tambang Ilegal Sekotong: Jejak WNA China, Kerugian Triliunan, dan Misteri Penegakan Hukum

Lokasi tambang emas ilegal di Sekotong, Lombok Barat. (Foto: Istimewa)
banner 120x600
banner 468x60

Lombok Barat – Skandal tambang emas ilegal di Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, terus menjadi sorotan setelah penyidik Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabal Nusra) memeriksa 23 saksi, termasuk dua warga negara asing (WNA) asal China. Kasus ini semakin menarik perhatian publik karena diperkirakan merugikan negara hingga Rp 1,08 triliun hanya dalam satu titik tambang.

Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB, Mursal, menegaskan bahwa aktivitas tambang ini bukan bagian dari tambang rakyat yang legal, melainkan operasi terstruktur dengan keterlibatan pihak asing dan alat berat. “Ada 23 saksi yang telah diperiksa, termasuk WNA asal China. Ini bukan tambang tradisional, melainkan aktivitas eksploitasi ilegal berskala besar,” ujarnya, Rabu (19/2).

banner 325x300

Penyelidikan yang berjalan selama beberapa bulan ini menemukan bahwa operasi tambang ilegal di Sekotong melibatkan dua aspek utama, yakni perusakan kawasan hutan dan pencemaran lingkungan. Hal ini memperkuat kewenangan dua kementerian, baik KLHK maupun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk menindaklanjuti kasus tersebut.

Meski sudah masuk tahap penyidikan, aparat penegak hukum belum menetapkan tersangka. Bahkan, beredar informasi bahwa seorang WNA China berinisial SBK telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Namun, Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Jabal Nusra, Mustaan, membantah informasi tersebut. “Belum ada tersangka yang ditetapkan. Proses penyidikan masih berjalan,” tegasnya.

Di sisi lain, pemerintah tengah berupaya mengatasi maraknya tambang ilegal dengan mengubah beberapa wilayah pertambangan menjadi legal melalui skema Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Kementerian ESDM telah menyetujui 16 blok tambang emas di NTB untuk dijadikan WPR, termasuk lima di Sekotong. DPRD NTB mendesak agar proses perizinan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) segera diselesaikan, sehingga masyarakat dapat mengelola tambang secara legal dan mendapatkan manfaat ekonomi tanpa merusak lingkungan.

Ketua Komisi IV DPRD NTB, Hamdan Kasim, menegaskan bahwa pemerintah harus serius dalam pengelolaan tambang rakyat agar tidak jatuh ke tangan pemodal besar. “Saya setuju jika dikelola melalui koperasi desa, sehingga hasil tambang bisa langsung dinikmati oleh masyarakat,” ujarnya.

Dengan besarnya potensi ekonomi dari tambang ini, publik kini menanti langkah tegas pemerintah dalam menindak pelaku tambang ilegal sekaligus mempercepat legalisasi tambang rakyat. Apakah kasus ini akan berakhir dengan penetapan tersangka, atau justru menguap tanpa kejelasan?

banner 325x300