“Kami tidak akan mentoleransi aksi premanisme berkedok debt collector. Jika ada penarikan paksa di jalan, itu bisa dianggap perampasan, dan pelakunya bisa diproses hukum,” ujar Kapolri dalam pernyataan resminya.
Instruksi ini dikeluarkan sebagai bentuk perlindungan kepada masyarakat dari aksi-aksi debt collector yang sering bertindak di luar batas. Namun, hingga kini, masih ada leasing dan pihak ketiga yang nekat melakukan praktik ilegal tersebut.
Ancaman Pidana: Debt Collector Bisa Dijerat Pasal Pencurian dan Pemerasan
Hendra Putrawan menegaskan bahwa tindakan PT LNI berpotensi masuk dalam kategori pidana berat. Debt collector yang melakukan penarikan paksa kendaraan di jalan bisa dijerat dengan Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan, yang ancaman hukumannya mencapai 9 tahun penjara.
Jika dalam prosesnya terdapat unsur pemerasan atau intimidasi, mereka juga bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, yang ancaman hukumannya mencapai 9 tahun penjara.
“Kami akan mengawal kasus ini agar para pelaku diproses hukum. Debt collector tidak bisa bertindak semaunya dan menakut-nakuti masyarakat dengan cara-cara ilegal seperti ini,” tegas Hendra.
Saat ini, Polda NTB telah menerima laporan resmi terkait dugaan perampasan dan pemerasan yang dilakukan oleh oknum PT LNI. Masyarakat berharap agar kepolisian bertindak tegas dan memberikan efek jera, sehingga kejadian serupa tidak terus berulang.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa perlindungan hukum bagi masyarakat dari aksi-aksi premanisme berkedok penagihan utang harus ditegakkan. Jika tidak, praktik-praktik seperti ini akan terus terjadi, merugikan banyak pihak, terutama mereka yang tidak memahami hak-hak hukumnya.