Sumbawa Barat – Ratusan mahasiswa dari berbagai elemen, seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sumbawa Barat, BEM Universitas Cordova, serta organisasi kepemudaan lainnya, turun ke jalan dengan satu tujuan: menggugat kebijakan yang mereka anggap menyengsarakan rakyat. Namun, ketika mereka tiba di Kantor DPRD Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) pada Kamis (20/2/2025), yang mereka dapati justru pemandangan yang lebih menyakitkan dari ketidakadilan—sebuah kantor kosong tanpa satu pun wakil rakyat yang hadir.
Seolah dihantui kekosongan yang absurd, kantor yang seharusnya menjadi pusat demokrasi daerah itu mendadak seperti gedung tua yang tak berpenghuni. Tidak ada yang menyambut, tidak ada yang mendengar, hanya keheningan yang mengiris semangat perjuangan mahasiswa yang datang membawa aspirasi rakyat.
Mahasiswa yang awalnya datang dengan semangat tinggi, lengkap dengan spanduk dan poster berisi tuntutan, tiba-tiba berubah menjadi geram. Mereka tak hanya kecewa, tetapi juga marah. Bagaimana mungkin para wakil rakyat yang dipilih dan digaji oleh rakyat justru tidak berada di tempat saat rakyat datang menggugat?
Ketua Umum HMI Cabang Sumbawa Barat, Indra Dwi Herfiansyah, tak mampu menyembunyikan kekecewaannya. Suaranya menggelegar di depan gedung yang sunyi.
“Kami datang ke sini untuk menyampaikan suara rakyat, tetapi yang kami temui hanyalah kursi kosong! Jika mereka tidak bisa menjalankan tugasnya, lebih baik mereka mundur! Apa gunanya memiliki wakil rakyat yang tidak pernah ada untuk rakyat?” serunya dengan nada tinggi, disambut gemuruh teriakan massa aksi.
Bimtek atau Pelarian?
Situasi semakin memanas ketika para mahasiswa mencoba masuk ke dalam gedung DPRD untuk mencari kepastian. Namun, langkah mereka langsung dihadang oleh aparat keamanan. Mahasiswa pun mendesak agar ada penjelasan resmi terkait ketidakhadiran para anggota dewan.
Setelah didesak, seorang pegawai DPRD yang enggan disebutkan namanya akhirnya memberikan jawaban yang justru semakin memicu kemarahan mahasiswa.
“Semua anggota dewan sedang berada di luar daerah untuk mengikuti bimbingan teknis (bimtek),” ujarnya singkat.
Jawaban itu sontak membuat massa aksi semakin berang. Bagi mereka, alasan bimtek sudah terlalu sering dijadikan dalih untuk menghindari tanggung jawab.
Presiden BEM Universitas Cordova, Haris Fahrul Aziz, lantang mengecam perilaku anggota DPRD yang dianggap lebih sibuk dengan perjalanan dinas ketimbang mendengar suara rakyat.
“Apakah setiap kali rakyat datang, mereka akan selalu tidak ada? Apakah bimtek lebih penting daripada nasib rakyat? Jika mereka hanya ingin jalan-jalan dengan alasan bimtek, lebih baik mereka jadi agen perjalanan, bukan wakil rakyat!” teriak Haris dengan penuh kemarahan.
Lima Tuntutan, Lima Pukulan Keras untuk Pemerintah
Mahasiswa menegaskan bahwa aksi ini bukan sekadar unjuk rasa biasa. Mereka membawa lima tuntutan utama yang mereka nilai sebagai permasalahan mendesak yang harus segera ditindaklanjuti.
- Menolak revisi Perda Nomor 13 Tahun 2018 yang dianggap akan melegalkan peredaran minuman keras (miras) di Sumbawa Barat.
- Menuntut pengusutan dan penghentian aktivitas pertambangan ilegal yang merusak lingkungan dan mengancam keselamatan masyarakat.
- Menyoroti kelangkaan gas LPG 3 Kg yang semakin menyulitkan ekonomi masyarakat kecil.
- Menolak praktik LGBT di KSB, dengan alasan bertentangan dengan norma agama dan budaya setempat.
- Mengevaluasi 120 hari kerja pemerintahan Prabowo-Gibran, khususnya terkait efisiensi anggaran, pemangkasan anggaran pendidikan, serta program makan bergizi gratis yang dinilai belum berjalan maksimal.
Mahasiswa menegaskan bahwa jika DPRD tetap bungkam dan tak segera merespons tuntutan mereka, maka aksi lanjutan dengan jumlah massa yang lebih besar akan digelar.
“Kami pastikan, jika dalam waktu dekat mereka tetap tidak peduli, kami akan kembali dengan jumlah yang jauh lebih besar! Jangan salahkan kami jika nantinya gedung ini tidak lagi sunyi, tetapi bergemuruh dengan kemarahan rakyat!” ancam Indra di akhir orasinya.
Aksi ini menjadi tamparan keras bagi DPRD KSB yang dianggap telah lalai dalam menjalankan tugasnya. Mahasiswa menegaskan bahwa perjuangan mereka tidak akan berhenti sampai para wakil rakyat benar-benar hadir untuk rakyat, bukan hanya dalam janji-janji kampanye.