Lombok Utara – Rumah sakit mestinya menjadi tempat orang menggantungkan harapan hidup. Tapi di Lombok Utara, RSUD KLU justru menjelma panggung kegagalan pelayanan publik. Ratusan mahasiswa dan masyarakat berduyun-duyun mendatangi Kantor Bupati, bukan untuk berterima kasih melainkan untuk berteriak.
Aksi protes yang meledak Jumat (17/10/2025) itu adalah puncak kemarahan warga atas dugaan kelalaian medis yang menewaskan seorang bayi. Bagi mereka, kejadian itu bukan kebetulan, melainkan tanda dari sistem bobrok yang selama ini dibiarkan hidup nyaman tanpa pertanggungjawaban.
“RSUD KLU sudah lama sakit, tapi para pemimpinnya seolah tak punya stetoskop untuk mendengar keluhan rakyat,” sindir Abed Aljabiri Adnan, Ketua KBMLU, saat berorasi.
Gelombang aksi ini rupanya menjadi pukulan telak bagi Direktur RSUD, drg. Nova, yang akhirnya memilih mundur. Tapi bagi masyarakat, kepergian satu orang bukan akhir cerita hanya pembuka babak baru dalam perjuangan menagih tanggung jawab.
“Kami ingin sistem yang sehat, bukan hanya kursi direktur yang berganti,” kata Abed.
Sabarudin, perwakilan keluarga korban, bahkan menyebut RSUD KLU “tidak punya hati.” “Kami terlalu sering mendengar alasan, tapi jarang sekali melihat perubahan,” ujarnya getir.
Wakil Bupati Kusmalahadi Syamsuri disebut telah menerima pengunduran diri sang direktur. Namun rakyat menunggu lebih dari sekadar tanda tangan di atas kertas mereka menuntut perubahan nyata. Karena bagi mereka, satu nyawa bukan angka, dan RSUD bukan tempat percobaan kelalaian.