Mataram – Sebuah peristiwa mengenaskan menimpa kader Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Lombok Timur bernama Amaq Nurita pada tahun 1986. Dia ditembak di batang lehernya hingga gigi dan lidahnya rontok. Tubuhnya lalu dibuang di parit, namun Tuhan berkehendak lain. Nyawanya selamat. Peristiwa persekusi yang menimpa kader PDIP di Sekotong, Lombok Barat, membuat Ketua DPD PDI Perjuangan NTB H Rachmat Hidayat mengenang kembali peristiwa tragis di Lombok Timur tersebut. Rachmat ingin, semua pihak menjadikan peristiwa tiga dekade silam itu sebagai pembelajaran. Termasuk bagi aparat penegak hukum.
RACHMAT tak akan pernah lupa. Waktu itu, bulan Ramadan baru separo jalan. Dua hari menjelang peringatan Nuzulul Quran. Usai santap sahur, Rachmat yang kala itu menjabat Ketua DPD PDI Lombok Timur kedatangan tamu. Enam orang jumlahnya. Mereka adalah tokoh masyarakat dan para tetua dari Desa Beleka, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah.
Jika bukan karena ada hal yang sangat mendesak, tak mungkin mereka bertamu pada dinihari begitu. Rachmat tergopoh menyongsong para tetamu itu. Dengan takzim, dipersilakannya masuk. Dan benar. Tanpa banyak basa-basi, enam tokoh itu segera menyampaikan laporan.
”Kawule pelungguh ditangkap polisi dan dibawa ke Polsek Keruak,” kata Amaq Rasine, memulai laporan.
Rachmat menyebut, usia Amaq Rasine kala itu sudah 70 tahun, dan merupakan salah seorang tokoh yang sangat dihormati di Desa Beleka.
Hanya butuh sekejap, cerita dari enam tokoh dan tetua Desa Beleka itu pun tumpah. Ahad (13/8), Rachmat menuturkan cerita itu kembali dengan begitu detail. Yang dilaporkan ditangkap itu adalah warga Desa Beleka bernama Amaq Nurita. Pekerjaannya penggembala kerbau. Kader PDI tulen.
Pada masa itu, kader-kader militan PDI, sebelum kini menjadi PDI Perjuangan, memang banyak bermukim di daerah-daerah seperti di Beleka, Janapria, Saba, Jagawana, yang secara administratif merupakan desa-desa di wilayah Lombok Tengah. Akan tetapi, kata Rachmat, mereka memiliki KTA sebagai Anggota PDI Lombok Timur.
Ihwal penangkapan Amaq Nurita pun dituturkan Anggota Komisi VIII DPR RI ini dengan lengkap. Semua bermula dari kegiatan Amaq Nurita menggembala puluhan kerbau di kawasan Gawah Sekaroh, wilayah yang kini merupakan ujung bagian selatan dari Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur. Kawasan hutan ini berada dekat pantai. Sekarang, beberapa di antara pantai itu sudah menjadi destinasi wisata dengan nama yang sangat kesohor.
Dahulu, sebelum ada jalan aspal mulus seperti saat ini, Gawah Sekaroh adalah tempat yang sangat terpencil. Karena itu, Amaq Nurita bisa menginap berhari-hari di sana untuk menggembala kerbau. Biasanya pula, setelah waktu tertentu, dia akan berpindah menggiring kerbaunya ke lokasi lain yang memiliki rumput lebih hijau, dan akan menginap lagi di sana hingga beberapa hari. Begitu seterusnya.
Pada sebuah malam, Amaq Nurita terjaga dari lelap. Kira-kira pukul tiga dini hari. Sebuah perahu besar merapat ke bibir pantai. Perahu itu sarat muatan ternak. Sapi-sapi dalam bobot besar. Entah dari mana. Entah pula terkait ternak apa. Beberapa orang juga dilihatnya turun dari perahu menjejak pantai. Meski memerhatikan, Amaq Nurita memilih tidak berinteraksi dengan mereka. Dirinya hanya fokus dan awas pada kerbau-kerbaunya.
Dua hari setelah itu, Amaq Nurita ternyata ditangkap aparat kepolisian. Tak ada yang tahu bagaimana persisnya. Keluarganya di Beleka, tiba-tiba saja mendapati kabar kalau Amaq Nurita ditangkap dan dibawa ke Polsek Keruak. Hal yang kemudian membuat keluarga berembuk bersama para tokoh dan tetua di desa itu, dan mereka bersepakat melaporkan hal tersebut secara langsung kepada Rachmat Hidayat.