Oleh : Lalu Pahrurrozi
(Ketua DPW Gelora NTB /Direktur Nusra Institute)
“Tadinya saya nggak mau merespon persoalan Utang Pemda kepada kontraktor2, karena saya yakin persoalan ini akan selesai pada waktunya sebelum saya selesai mengemban amanah sebagai Gubernur September ini.” [Doktor Zul – Status FB, 2 Mei]
Pejabat publik, entah itu kepala daerah atau anggota DPRD, diupah dari keringat rakyat untuk memikirkan dan mengurusi segala hal terkait dengan kebutuhan umum rakyat. Karena itu, atas segala persoalan yang menimpa rakyat, yang diperlukan itu empati dari pejabat publik. Bukan menyalah-nyalahkan rakyat, bukan pula membenar-benarkan kesalahan dengan dalil yang tidak rasional.
Kadang-kadang, pejabat-pejabat ini lucu dan bikin jengkel. Ketika dikritik soal utang pemprov, jawabannya unik-unik. Misalnya, “utang itu resiko bisnis kontraktor”, “kontraktor kerja tanpa ketersediaan dana dengan penjamin-penjamin”, “utang itu ada zejak zaman nabi”, atau “utang itu untuk kemakmuran”. Jawaban yang ngawur dan ngasal dari para pejabat ini, tanpa memperhatikan substansi permasalahan.
Jawaban itu mengkhawatirkan saya pada tabiat dan ‘fikroh” pejabat publik tersebut, bahwa utang yang muncul karena dis-management keuangan Pemprov pada kepemimpinan Bang Zul (sapaan Gubernur NTB Dr Zulkieflimansyah) ini dianggap lumrah dan wajar. Fikiran ini sangat berbahaya bagi tata kelola keuangan daerah pada waktu mendatang. Kekhawatiran saya itu, dikonfirmasi oleh seorang pejabat senior di lingkup Pemprov NTB, beliau dengan diksi kekhawatiran khas birokrat senior yang cenderung lebih sopan mengatakan “APBD kita akhir-akhir ini, tidak prudent.”
Saran saya kepada para pejabat yang ngawur dan ngasal ini, seperti anjuran Nabi, bertanyalah pada ahlinya. Lho, bukannya mereka adalah ahli? Anda bisa ahli di satu bidang, tapi tidak di bidang lainnya. Saya mengerti betul, banyak pejabat-pejabat senior di lingkungan pemprov NTB, yang smart dan sangat mengerti isu soal keuangan ini. Sayangnya mereka tidak mendapatkan ruang yang memadai utk memperbaiki persoalan ini.
Gagal Paham Soal Utang
Beberapa orang di lingkaran politik Gubernur NTB berusaha memberikan pembelaan pada gaya kepala daerah ini dalam melakukan manajemen atau tata kelola pemerintahan, khususnya tata kelola keuangan Pemprov NTB yang menimbulkan banyak utang. Pembelaan ini dimaklumi, sebagai konsekuensi dari kesamaan afiliasi politik atau ideologis dengan membela dengan kacamata kuda. Atau mungkin karena ada mengalirnya “rente’ dari posisi pembelaan itu. Ya, dimaklumi saja.
Tapi mari kita menarik diri, dan melihatnya persoalan ini secara jernih, dan sedikit “teknokratik”. Terkait dengan isu utang ini, saya ingin mengulang postingan saya di sebuah group WA, tentang ada perbedaan yang terang benderang antara “Utang sebagai skema pembiayaan pembangunan” dan “Utang karena salah kelola keuangan”.