Latar belakang lahirnya Surat Keputusan Bersama/SKB dari Kepolisian, Kejaksaan dan Kementerian Kemenkominfo tahun 2021 terkait Pedoman Implementasi atas pasal tertentu dalam UU ITE, adalah karena banyak pemberitaan dan masukan kepada Presiden RI dan Menkopolhukam RI, terkait penyimpangan penegakan hukum UU ITE yang kemudian hal ini diperkuat hasil riset yang menyatakan kasus ITE paling banyak sifatnya asimetrik, yang artinya tidak setara posisi pelapor dengan terlapor.
Misalnya, direktur melawan pegawai, pejabat lawan masyarakat, orang kaya lawan si miskin. Sehingga bisa dikatakan lebih dari 75% kasus ITE adalah asimetrik dan posisi tidak setara ini yang membuat banyak orang pasrah untuk masuk penjara. Sehingga saat itu dibentuk 2 Tim, 1 Tim merevisi UU ITE yang sekarang masih berjalan dan 1 tim lagi membuat SKB sebagai transisi sampai UU ITE selesai direvisi.
Targetnya Juni 2023 dan yang menjadi salah satu bahasan utama yaitu Pasal 27 dan 28. Maka logikanya, dengan adanya SKB yang ditandatangani oleh Kapolri dan Jaksa Agung RI serta Kementerian Kominfo yang mengikat semua pihak yang menandatanganinya seharusnya diikuti oleh bawahannya.
Khusus untuk Kejaksaan bahkan ada aturan tambahan yaitu Pedoman Jaksa Agung RI No. 7 Tahun 2021, tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik pada Tahap Prapenuntutan. Pada salah satu pasalnya tegas menyebutkan Jaksa Peneliti dalam menangani perkara pidana ITE melakukan koordinasi dan/atau konsultasi dengan Kementerian Kominfo.
“Dalam penerapan pedoman Jaksa Agung RI ini, sudah banyak Jaksa yang berkomunikasi dengan kami untuk mendapatkan gambaran utuh terkait kasus ITE, tentang bagaimana penerapan secara detail terkait pemenuhan unsur pasal dalam UU ITE dan pembentukan pedoman ini sama sekali tidak ada intervensi dari Kementerian Kominfo. Betul-betul dari Jaksa Agung RI untuk membuat pedoman untuk seluruh Jaksa di Indonesia. Kalau perkara ITE di tingkat prapenuntutan agar dimintakan pendapat Ahli dari Kementerian Kominfo,” jelasnya.