“Ini jelas melanggar Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kemenkominfo RI, Jaksa Agung RI dan Kapolri tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pertanggal 23 Juni 2021,” jelas Hadi Muchlis.
Selain SKB tersebut, yang dilanggar Penuntut Umum, tambah Hadi Muchlis, yaitu Pedoman Jaksa Agung RI No. 7 Tahun 2021 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik pada Tahap Prapenuntutan.
“Nampak jelas Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi NTB tidak mematuhi SKB dan pedoman yang ditandatangani oleh Jaksa Agung RI dan patutnya ini dijatuhkan sanksi etik berdasarkan Kode Perilaku Jaksa, yaitu Peraturan Jaksa Agung RI Nomor PER 014/A/JA/11/2012. Untuk itu, melalui informasi ini kami meminta Kepala Kejaksaan Tinggi NTB, Jaksa Agung RI dan Komisi Kejaksaan segera mengambil tindakan tegas atas kejadian ini. Karena bila tidak ini akan jadi preseden buruk bagi institusi kejaksaan kedepannya di mata masyarakat,” tandasnya.
“Ini kan tidak logis, Institusi dalam hal ini Kemenkominfo RI yang merupakan perumus UU ITE dan peraturan pelaksanaannya justru tidak dimintai pendapat tentang UU ITE, namun justru Penyidik dan Penuntut Umum meminta pendapat kepada orang lain yang bukan dari instansi berwenang dan tidak memiliki latar belakang pendidikan hukum. Sehingga menurut kami ahli yang diajukan oleh Penuntut Umum tidak memiliki legal standing sebagai Ahli ITE sehingga seharusnya tidak patut dipertimbangkan keterangannya,” tambah Hadi Muchlis. (*)