Mataram – Setelah dinyatakan lolos fit and proper test oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nazaruddin resmi menakhodai Bank NTB Syariah. Langkah strategis pun langsung digerakkan: mengembalikan bank ini pada misi utamanya menjadi penggerak sektor riil dan UMKM.
“Bank ini tidak boleh kehilangan jati diri. Kita harus kembali ke akar: membiayai yang produktif,” ujarnya dengan nada tegas namun optimistis.
Ia menyadari peta ekonomi lokal NTB sejak awal sudah jelas: sektor pertanian, perikanan, dan perdagangan rakyat adalah urat nadi daerah. Maka, menurutnya, logis bila arah pembiayaan bank pun mengalir ke sektor tersebut. “Bukan dominan ke konsumtif seperti sekarang,” tambahnya.
Dalam waktu singkat, Nazaruddin merancang reposisi bisnis dengan dua langkah besar: penguatan struktur internal dan inovasi pembiayaan. Setiap cabang kini dipaksa lebih fokus melalui consumer officer dan productive officer yang tidak boleh saling tumpang tindih.
Inovasi lain hadir lewat program “Tunas”, skema pembiayaan mikro yang tak hanya memberi dana, tapi juga pendampingan agar usaha kecil benar-benar bertumbuh. “Kita ingin margin tetap kompetitif, tapi keberlanjutan usaha nasabah terjaga,” jelasnya.
Namun Nazaruddin paham, kekuatan utama bank daerah bukan hanya pada nasabah mikro, tapi juga pada ekosistem keuangan daerah. Saat ini, 60% dana APBD NTB masih berputar di luar bank milik daerah. “Itu potensi luar biasa. Kalau bisa kita kelola, dampaknya sangat besar bagi pembangunan ekonomi lokal,” katanya.
Ia menegaskan prinsip: “Fokuslah pada kekuatan sendiri.” Maka Bank NTB Syariah akan memperdalam jejaknya di sektor pengelolaan kas daerah, proyek daerah, hingga gaji ASN.
Dengan dukungan SDM baru, termasuk tenaga ahli dari bank nasional, Nazaruddin optimis. “Kami tidak perlu bersaing ke luar dulu. Jadilah kuat di rumah sendiri. Kalau potensi lokal kita kuasai, maka masa depan Bank NTB Syariah akan sangat cerah,” tegasnya.











