Mataram – Satu lagi proyek bernilai fantastis di NTB menuai kontroversi. Pembangunan Gedung Layanan Pendidikan dan Laboratorium Terpadu Poltekkes Kemenkes Mataram senilai Rp70 miliar kini menjadi sorotan. Proyek yang diharapkan mendukung peningkatan kualitas pendidikan kesehatan itu justru terbengkalai tanpa kejelasan, menimbulkan spekulasi bahwa ada sesuatu yang tidak beres di baliknya.
Berbagai pihak mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek ini. Pasalnya, bukan kali pertama Poltekkes Kemenkes Mataram terlibat dalam proyek yang penuh masalah. Beberapa tahun lalu, kampus ini pernah tersandung skandal korupsi pengadaan alat bantu belajar mengajar (ABBM) senilai Rp16 miliar yang menyeret sejumlah pejabatnya ke penjara.
Ketika Uang Negara Menguap, Publik Bertanya: Siapa yang Diuntungkan?
Hingga kini, belum ada penjelasan resmi dari pihak kampus terkait keterlambatan proyek. Direktur Poltekkes Kemenkes Mataram, dr. Yopi Harwinanda Ardesa, M.Kes, yang dikonfirmasi oleh Seputar NTB, memilih bungkam. Begitu pula dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, yang seakan sengaja menghindari pertanyaan publik.
Sikap diam ini justru semakin memperkuat dugaan bahwa proyek ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sejumlah pengamat proyek dan aktivis anti-korupsi mulai menelusuri jejak pelaksanaan proyek, termasuk rekam jejak PT. WIDYA SATRIA, perusahaan pemenang tender yang berbasis di Surabaya.
Menurut Forum Rakyat NTB, indikasi permainan anggaran dalam proyek ini semakin kuat karena minimnya transparansi sejak awal. Mereka menuntut agar proyek ini diaudit secara menyeluruh, terutama terkait proses lelang, pelaksanaan, hingga realisasi anggaran.
Ketua Forum Rakyat NTB, Hendrawan Saputra, SH, menegaskan bahwa jika ada bukti kuat mengenai penyimpangan dalam proyek ini, maka kasusnya harus segera dibawa ke ranah hukum.
“Kami tidak ingin proyek ini bernasib seperti proyek-proyek lain yang hanya dijadikan alat bancakan! Jika ada oknum yang bermain, harus diusut tuntas!” tegas Hendrawan.
Dugaan Pola Lama: Dari ABBM ke Gedung Mangkrak
Mundur ke tahun 2017, kasus korupsi pengadaan alat bantu belajar mengajar (ABBM) di Poltekkes Mataram menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan di NTB. Dalam kasus ini, dua pejabat kampus, Awan Dramawan dan Zainal Fikri, terbukti melakukan markup harga dan pengadaan barang fiktif, merugikan negara hingga Rp3,2 miliar.
Kini, dengan keterlambatan proyek pembangunan gedung senilai Rp70 miliar, masyarakat mulai bertanya-tanya: apakah ini hanya kelalaian teknis, atau ada skenario yang sama dengan kasus ABBM?
Tanpa transparansi dari pihak kampus, proyek ini berpotensi menjadi skandal baru yang akan semakin mencoreng nama Poltekkes Mataram.
Ketua Forum Rakyat NTB Korwil Lombok Barat, Aldi, SH, mendesak agar proyek ini diaudit secara menyeluruh oleh BPK dan KPK.
“Kami ingin tahu, siapa sebenarnya yang bermain di balik proyek ini? Kalau memang ada dugaan penyelewengan, kami siap membawa masalah ini ke jalur hukum!” ancam Aldi.
Sementara itu, ancaman aksi massa juga mulai muncul jika tuntutan ini tidak segera direspons.
“Jangan salahkan kami jika turun ke jalan. Kami hanya ingin keadilan dan transparansi!” tegas Ebit, salah satu aktivis yang ikut mengawal proyek ini.
Jika masalah ini terus berlarut-larut tanpa kejelasan, maka publik semakin yakin bahwa ada pihak-pihak yang ingin menutup-nutupi fakta sebenarnya. Pertanyaannya kini: Apakah Poltekkes Mataram akan kembali terseret dalam skandal anggaran? Ataukah ini hanya kebetulan belaka?